Rabu, 15 Agustus 2007

Menyontek?

Bissmillah...
Hehehe... Kok tertawa? Ah... Enggak, lucu aja kalau ngeliat atau teringat orang menyontek, atau bahkan bersusah payah mempersiapkan contekan sebelum ujian? Ada yang membuat tulisan-tulisan kecil lalu disimpan di kotak pensil, di sepatu, di lubang telinga (hehehe...), dan lain-lain. Bahkan ada juga yang menulisnya di telapak kaki! Hehehe... Sebenarnya boleh enggak sih kita menyontek? Saya fikir tidak usah dijawab ya? Kita analisa bareng yuk!


Saya coba untuk membuat dummy (contoh) sebagai analogi sederhana akan menyontek. Bagaimana kalau kita, sebagai umat islam, tidak melakukan shalat?(karena lupa atau memang malas) Tentunya itu adalah sebuah perbuatan salah dan berdosa kepada ALLAH SWT. Apa yang harus kita lakukan? Memohon ampunlah. Memohon ampun kepada siapa? Ya kepada ALLAH tentunya. Memohon ampun dengan sebenar-benarnya, lalu kemudian berjanji tidak akan pernah melakukannya lagi, Insya ALLAH, ALLAH akan menerima tobat kita. Dalam hadis qudsi ALLAH SWT berfirman, "Wahai manusia, sekiranya kamu datang kepada-Ku dengan membawa dosa seisi bumi kemudian kamu bertemu Aku dengan dalam keadaan tidak menyekutukan Aku dengan sesuatu apapun, niscaya Aku datang kepadamu dengan membawa ampunan seisi bumi pula" (HR Tirmidzi).


Lalu kita liat analogi lain. Bagaimana dengan perbuatan mencuri (jangan-jangan di kantor kita ada yang klepto, maaf ya...), mencuri tipex milik teman sekantor atau sekelas misalnya? Apakah perlu bertobat kepada ALLAH? (tobat perlu dilakukan setiap kali kita melakukan kesalahan aja emang? saya fikir tiap detik kita melakukan kesalahan loh....). Jawabannya bukan perlu, tapi harus! Dalam QS Ali Imran [3] ayat 133, ALLAH SWT berfirman, "Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada syurga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa". Tentu kita harus bertobat kepada ALLAH SWT, sebagai zat yang memiliki segalanya. Tapi, itu tipex jangan disembunyiin terus, kembalikan kepada orang yang memilikinya, dan mintalah maaf kepadanya (mudah-mudahan dia memaafkan...). Setelah itu barulah kita terlepas dari apa yang disebut dengan dosa (Insya ALLAH... Amin).


Dosa yang berhubungan langsung dengan ALLAH, relatif lebih mudah dalam proses tobatnya (tapi jangan dianggap sepele loh... ini hanya sebagai analogi). Namun, jika dosa itu berhubungan dengan orang lain, akan terjadi dua dimensi tobat, pertama tobat kepada ALLAH dan juga tobat / meminta maaf kepada orangnya, jelas ini lebih berat dari yang pertama. Imam Nawawi membagi tobat ke dalam dua bagian, yaitu (1) tobat dari dosa yang berhubungan dengan ALLAH dan (2) tobat dari dosa terhadap sesama manusia. Untuk yang pertama ada tiga syarat agar tobatnya diterima, yaitu berhenti dari maksiat, menyesal, dan bertekad tidak akan mengulanginya. Untuk yang kedua, ketiga syarat tadi, ditambah dengan mengembalikan hak-hak orang yang dizhalimi. Caranya bisa dengan minta maaf atau mengembalikan haknya.


OK lah... OK lah... Lalu apa hubungannya dengan menyontek? kita runut yuk! Pertama kenapa para siswa atau mahasiswa menyontek? Kalau saya analisa (koreksi kalau salah...), ada beberapa alasan mengapa siswa atau mahasiswa menyontek di dalam sebuah mata pelajaran ketika ujian:

  1. Tidak siap untuk ujian, kapan mau siapnya? padahal ujian adalah sebuah proses pembelajaran rutin yang dilakukan oleh sebuah institusi pendidikan, sebagai barometer penilaian keberhasilan atas semua elemen pendidikan yang terkait (guru / dosen, murid / mahasiswa, dan juga perangkat ajarnya). Apa mau tidak siap terus setiap ujian?
  2. Tidak mengerti materinya, ya belajar donk! Bertanya kepada orang yang menguasai Ilmunya (baik teman atau orang lain). ALLAH menciptakan kita sebagai manusia yang diberikan akal untuk memahami sesuatu ilmu yang bermanfaat. Manfaatkan itu, Insya ALLAH akan dikategorikan menjadi orang yang bersyukur. Mau? Menurut Rasulullah SAW, salah satunya tanda kemunafikan adalah tidak amanah. Konsep amanah identik dengan usaha untuk mengoptimalkan fungsi akal agar dapat istikamah secara terstruktur dan sistematis.

  3. Tidak PD, nah... kalau yang ini saya tidak tahu. Bisa jadi memang, para siswa dan mahasiswa sekarang ini ke-PD-an untuk hal-hal yang negatif, PD untuk ilmu? Eit... tunggu dulu (sedih ya.... padalah sepuluh, dua puluh tahun lagi, negara ini ada di pundak mereka-mereka ini. Apa kata dunia....?)

  4. Atau karena trend? Hahaha... Trend kok untuk urusan maksiat? Subhanallah...

OK kita lihat bersama, bahwa menyontek sebuah kegiatan maksiat! Apa yang didapat kalau seorang siswa atau mahasiswa menyontek? Lulus? Ok! so what kalau sudah lulus? (sadar tidak bahwa itu didapat dari sebuah kebohongan? saya fikir, tidak usah berdebat lagi ya, bahwa kebohongan adalah dosa?!). Berarti Kelulusan dalam bentuk apa pun, yang dilandasi dengan kebohongan (kemaksiatan? atau Dosa? ya... nyontek itulah) akan bernilai Nol di mata ALLAH! (sia-sia donk...). Lalu sudah lulus ngapain? Kerja? Dapat Gaji? Gaji digunakan untuk makan? Memberi makan anak istri? Sari pati makanan masuk ke dalam darah dan daging mereka? Subhanallah... Hebat ya... Efek negatif yang ditimbulkan oleh menyontek (Ini yang disebut dengan MLD, Multi Level Dosa... ha... ha... ha...). Mungkin ini salah satu faktor, kenapa ALLAH belum mau melirik bangsa ini menjadi bangsa yang besar, mungkin itu semua terhalang oleh karena hal sesepele ini, menyontek! (Jangan dulu lah berbicara kemaksiatan yang lain; berjudi, mabok, narkoba, mencuri, kalau masalah menyontek ini saja kita tidak bisa hindari). Rasulullah SAW pernah bersabda, "Biasakanlah berkata benar, karena benar itu menuntun kepada kebaikan dan kebaikan itu menuntun ke syurga. Hendaknya seseorang itu selalu berkata benar dan berusaha agar selalu tetap benar, sehingga dicatat di sisi ALLAH sebagai orang yang shiddiq (amat benar). Dan berhati-hatilah dari dusta, karena dusta akan menuntun kita berbuat curang, dan kecurangan itu menuntun ke neraka. Seseorang yang selalu berlaku curang akan dicatat di sisi ALLAH sebagai pendusta." (HR Bukhari Muslim). Bolehlah... Hadis ini dijadikan untuk bahan renungan kita, bahan instrospeksi diri.

Lalu bagaimana solusinya? Ya gampang... Fokus pada sebuah titik, bahwa apa pun hasil nilai atau kelulusan dari proses sekolah, kuliah atau belajar ini adalah hasil jerih payah sendiri (Ikhtiar)! Lalu memohonlah kepada ALLAH (berdo'a), bukan kepada kertas "coret-coretan contekan" yang akan menjadi bukti "keculasan" di hari akhir nanti (Akhirat itu pasti datang)! Lalu kemudian bertawakallah, berserah diri, kepada ALLAH, sehingga apapun hasilnya (Lulus atau tidak, baik atau buruk), yakin dan hakul yakin di mata ALLAH adalah sebuah ibadah, dan sebagai bukti implementasi rasa syukur kita kepadaNYA.

Mudah-mudahan Kita (termasuk saya...) dijauhkan dari hal-hal yang merugikan kita sendiri sebagai manusia. Jadilah manusia seutuhnya! Bukan manusia yang mendewakan kertas contekan. Insya ALLAH pertolongan ALLAH pasti akan datang! Amin....

Alhamdulillah... Wallahu a'lam bish-shawab... Wassalam

Senin, 13 Agustus 2007

Rasaku tak Berbentuk

Rasaku tak Berbentuk

Ya ALLAH….
Diamnya aku
Tertegunnya lamunku
Tak terusiknya jiwa akan tegarnya pikirku….
Bukan... bukan karena rasa lebih yang kunikmati…
Bukan… bukan karena sombongku menyelimuti jiwa raga dan roh jasad ini…
Tak pantas ku merasa bangga akan suatu…
Tak pantas ku menikmati angkuh akan hidup fana itu…

Sentilan cobaan yang KAU derakan….
Secuil usapan laknat yang KAU panahkan…
Ku rasa begitu dashat membahana…
Ku rasa begitu besar menggelora….
Tak kuasa ku mehalau, walau tanaga, fikir dan denyut nadi berusaha
Tak kuasa ku membendung, meski nafas, detak jantung dan alir darah berpadu

Ya ALLAH…
Semakin ku rasa aku kecil bak debu nan tak berarti
Semakin ku rasa aku tiada bak fatamorgana nan menipu hati
Ku tundukkan wajah dihadapanMU
Ku panjatkan do’a menengadah padaMU
Ku memohon jalan lurusMU membentang di hadapku
Ya ALLAH…. Perih kurasa, sakit kuraba
Ya ALLAH…. Sirnakan ini semua
Ya ALLAH…. Musnahkan ini semua
Ya ALLAH…. Lewatkan ini semua
Semoga…


Created by Aga
28 Februari 2007

Syukur

Bissmillah...
Syukur berarti berterima kasih kepada ALLAH, mungkin itu definisi singkat yang sudah kita ketahui bersama. ALLAH dalam Al Qur'an pernah berfirman, "Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti KAMI akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-KU), maka sesungguhnya adzab-KU sangat pedih" (QS Ibrahim [14]: 7)" (seperti itulah kira-kira artinya...).

Kita lihat satu per satu. "Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti KAMI akan menambah (nikmat) kepadamu". Apa yang ditambah? Seperti apa ALLAH menambah nikmatNYA? Tambah-tambahan ALLAH tentulah bukan menggunakan rumusan matematika yang biasa kita gunakan. Satu tambah satu sama dengan dua. Tentunya tidak seperti itu (bisa saja sih seperti itu... tapi hukum pasti tidak berlaku untuk ALLAH, di mata ALLAH semua relatif). Saya pikir juga bukan pula hitung-hitungan seenak udel kita. Misal, seribu yang kita derma akan dilipatgandakan menjadi seribu kali lipatnya, belum lagi ditambah 70x lipatnya, belum lagi ditambah dengan apa yang ALLAH kehendaki. bolehlah kita menggunakan ilustrasi seperti itu, tapi kayaknya terlalu dangkal ya? kalau ukurannya adalah pahala, atau reward dari ALLAH, kayaknya itu tidak sepantasnya kita dapat. Kenapa lantas kita tidak mulai untuk berpikir terbalik, misal; saya tidak mau reward apapun atas apa-apa yang saya berikan sebagai shadaqoh saya, yang saya inginkan hanyalah Ridho ALLAH, selesai! Ngapain bercape-cape ria, menghitung-hitung amalan yang sudah kita lakukan, kalau ujung-ujungnya ALLAH tidak Ridho. bolehlah hitung-hitungan itu dijadikan untuk perangsang kita berbuat baik, tapi tidak dijadikan tolok ukur, cukuplah Ikhlas sebagai awal niatan kita, dan Ridho ALLAH sebagai akhir tujuan kita.

lalu bagai mana dengan ayat selanjutnya, "dan jika kamu mengingkari (nikmat-KU), maka sesungguhnya adzab-KU sangat pedih". sepedih apa? sehebat apa? apakah sengeri apa yang ada pada tayangan sinetron televisi? sekali lagi, bolehlah ilustrasi-ilustrasi itu dijadikan sebagai pendorong perlakuan amal baik kita, namun saya yakin, bahwa azab ALLAH memang sangat pedih, tanpa kita bisa bayangkan kepedihannya (bahkan belum pernah terlihat mata, belum pernah terasa hati, dan belum pernah terbayangkan oleh akal).

Lalu, syukur yang seperti apa yang harus kita lakukan? Rasulullah pernah bersabda "Jika ada orang yang beriman, telah melakukan sebuah aktivitas, lalu dia mengucapkan Alhamdulillah, maka telah dicatat di sisi ALLAH sebagai orang yang bersyukur". Secara semangat psikis ini merupakan statement hebat. Kenapa hebat? Bayangkan, berapa banyak aktivitas yang kita lakukan dalam sehari? Dalam 1 jam? Dalam 1 menit? Apakah belajar bukan aktivitas? Apakah makan bukan aktivitas? Apakah duduk bukan sebuah aktivitas? Apakah bernafas atau tidur sekalipun bukan sebuah aktivitas? Semua itu aktivitas bukan? Lalu bagaimana kalau setiap hela nafas kita, kerlingan mata kita, setiap denyut nadi bahkan detak jantung kita, kita mengucapkan Hamdallah? Berapa banyak dalam sehari kita ucapkan Hamdallah?? (Saya kira, Kita tidak akan pernah sempat berpikir untuk mengucapkan hal-hal yang kurang berguna, jika hati dan bibir ini berucap syukur terus-menerus tanpa henti... Wajarlah jika kita disebut umat yang bersyukur, karena ucapan ringan tetapi sangat besar artinya di mata ALLAH itu). Mudah-mudahan ucapan Hamdallah ini dicatat oleh ALLAH sebagai kebiasaan kita dalam mengucapkan kalimat-kalimat Toyyibah, Amin!

Tapi, ucapan Hamdallah harusnya sudah merupakan kebiasaan kita umat Islam. Kebiasaan alamiah umat pilihan. Tinggal kita sedikit lagi bisa menggeser arti syukur ke makna yang lebih hebat, yaitu makna bersyukur yang lebih luas. Nilai-nilai islami yang diwariskan oleh Rosulullah dan orang-orang pilihan terdahulu janganlah diabaikan, atau bahkan orang lain (orang di luar islam) lah yang menggunakan jargon-jargon profesionalisme untuk kebutuhan mereka, padahal itu jelas-jelas nilai islam yang hakiki. Sebutlah, on time, respecting, care of, efficient, effective, responsibility dan masih banyak lagi, itu semua adalah nilai-nilai islam yang sebenarnya.

Bayangkan jika implementasi rasa Syukur ini sudah diwujudkan tidak hanya dalam ucapan (jangan... jangan... ucapan pun tidak? "Maaf..."), ini semua akan menjadi bukti nyata kita sebagai umat panutan, umat pilihan, umat terbaik menurut versi ALLAH, bukan versi orang.

Jadi, mulailah dengan diri kita, mulailah dengan membuang struk jalan tol pada tempatnya, mulailah dengan tidak merokok di depan umum atau kalau bisa berhentilah merokok (Rasulullah tidak merokok loh....), mulailah dengan mengganti lampu dengan lampu hemat energi, mulailah dengan berjalanlah di sebelah kiri jalan, mulailah dengan menunggu lampu merah sampai hijau menyala kemudian baru kita jalankan mobil atau motor kita, mulailah dengan tidak memotong marka jalan di jalan raya, mulailah dengan tidak menyalip kendaraan orang dari sebelah kiri, mulailah dengan menyalakan lampu mobil ketika kita melintas di terowongan jalan tol, mulailah dengan menghabiskan air minum yang disediakan oleh OB kita di kantor (mubazir loh...), mulailah dengan men-set timer untuk alat-alat elektronik kita, mulailah dengan membuka jas di dalam kantor dan membuat suhu AC kita lebih hangat (isu global warming ini hebat loh....), mulailah dengan menggunakan helm untuk mengendarai motor walupun hanya di dalam kompleks, mulailah dengan menghabiskan makanan yang kita beli, mulailah dengan tersenyum dengan orang lain jika kita berpapasan, mulailah dengan menyapa orang lain duluan, mulailah dengan menanam satu pohon di depan rumah kita, mulailah dengan mengurangi penggunaan kertas, mulailah dengan mengurangi bahan plastik, mulailah dengan selalu berfikir positif, mulailah dengan mengucapkan "terima kasih" kepada orang lain, mulailah dengan meletakkan lagi barang di tempatnya ketika kita selesai menggunakannya, mulailah dengan membaca Al Qur'an setiap hari walau pun hanya satu ayat (baca tafsirnya juga ya, lalu tanyakan ke ahlinya agar terjadi Continous Learning habit...), mulailah dengan.... mulailah dengan.... mudah-mudahan itu semua dicatat oleh ALLAH sebagai implementasi rasa syukur kita kepadaNYA, Amin...

Alhamdulillah.... Wassalam