Kamis, 11 Desember 2008

Renunganku... Tentang Langkah Malam Hari

Bismillah...
"Demi matahari dan cahayanya di pagi hari. Dan bulan apabila mengiringinya. Dan siang apabila menampakkannya. Dan malam apabila menutupinya. Dan langit serta pembinaannya. Dan bumi serta penghamparannya. Dan jiwa serta penyempurnaannya (ciptaannya)" (Asy-Syams: 1-7).

Kutelusuri pinggir jalan raya kota ini, kota harapan nan penuh kenangan. Kujejaki tapak trotoar yang tertata tidak rapih, menunjukkan pemerintah daerah ini tidak peduli akan kerapihan kotanya. Kuhirup udara dini hari ini, dingin, basah, meraksuk sukma, menusuk tulang dan nadi. kupandangi 3 anak kecil berpadu padan dalam mimpinya, beralaskan koran robek, di atas dipan papan kayu bekas meja penjual nasi uduk, mencerminkan kegetiran hati, akan makna tanggung jawab yang hampir nol besar dari para pemimpin bangsa ini.

Kududuk di teras sebuah toko yang telah tutup, kupandangi jam tangan yang melingkar pada pergelangan tangan ini. Jarum jam menunjukkan pukul dua dini hari. Waktu dimana seharusnya badan lemah ini terbaring di atas tempat istirahat sebagai upaya mempersiapkan berkehidupan esok hari. Waktu dimana orang-orang negeri ini sedang terangan dibuai mimpi indah nan hijau. Kutengadahkan kepala, satu, dua, tiga bintang yang nampak. Langit malam terlihat hitam pekat, walaupun sinar bulan purnama membiaskan mendung awan hitam, yang menunjukkan tanggal 14 pertengahan bulan Djulhijah tahun ini, tidaklah bermakna akan kegelapan kota ini.

Perutku terasa perih, namun tidak seperih dan sepanjang yang dirasakan para janda tua yang tengah pulas tertidur pada gumpalan kain sarung robek tak bernada. Aku hanya bersyukur, ALLAH masih memberikan aku rasa, untuk merasakan penderitaan. Lapar yang kurasa bukanlah sesuatu yang bernilai. Ini hanyalah sebuah sanggahan akan kekuatan yang kadang teragungkan oleh diri tak sempurna ini.

Malam ini kepalaku penuh sesak. Pikiranku melayang tak karuan. Penat tak terperi. Kuberanjak dari dudukku. Kuayunkan lagi kaki ini, menelusuri trotoar jalan yang hampir sepi tak berpenghuni. Entah sampai kapan langkah ini akan terus menapaki, mungkin sampai kaki ini berhenti mengayunkan langkah tak pasti, karena ALLAH berkehendak...

Alhamdulillah...

Senin, 08 Desember 2008

Renunganku… Tentang Kurban

Bissmillah…
Barang siapa yang mempunyai kelapangan, namun tidak berkurban, maka janganlah sekali-kali mendekati tempat shalat kami” (HR. Ahmad dan Ibn Majah)

Ketika ALLAH memerintahkan Nabi Ibrahim untuk menyembelih putranya, Ismail, ada pergulatan bathin yang teramat dalam di sanubari seorang Ibrahim. Ada sebuah peperangan aras filosofi dan mind set yang terjadi di dalam otak beliau. Sebagai Nabi dan sekaligus orang biasa, beliau mengalami hal yang sangat luar biasa rumit, sangat luar biasa membuat otaknya berpikir keras. Otak kita tidak akan sanggup untuk mengukur makna logis dari perintah “Menyembelih putranya sendiri”. Otak kita tidak akan mungkin bisa sampai memikirkan makna eksplisit yang tersirat dari perintah “memotong leher anaknya sendiri”.

Aku pun lantas merenung. Bukan… Bukan merenungi “Bagaimana jika perintah itu terjadi padaku”, bukan… bukan itu. aku merenungi satu hal, jika saja keimanan Nabi Ibrahim pada waktu itu, tidak sampai kepada tingkat tertinggi, mungkin perintah Kurban tidak akan pernah sampai kepada kita.

Kurban merupakan level nilai keikhlasan kita terhadap ALLAH. Yang mana merupakan feed back positif terhadap nilai keikhlasan ALLAH terhadap kita. ALLAH ikhlas kita menjadi mahasiswa atau mahasiswi, ALLAH ikhlas menjadikan kita seorang pegawai professional, ALLAH ikhlas menjadikan kita seorang dosen, ALLAH ikhlas menjadikan kita sehat wal afiat, ALLAH ikhlas menjadikan kita seorang bapak atau ibu, untuk anak-anak mungil kita, ALLAH ikhlas memberikan kita Hape merek terbaru, mobil keluaran teranyar, motor tertrendi dan masih ada jutaan keikhlasan ALLAH yang lain yang telah kita rasakan untuk kita nikmati. Namun, ALLAH hanya menuntut sebuah keikhlasan kecil untuk kita dapat dan mau menyembelih hewan kurban yang secara nilai material tidak sebanding dengan harga sebuah Hape, Laptop atau bahkan makan sehari-hari kita. Ikhlaskanlah itu, sebagai bukti implementasi rasa syukur kita kepada ALLAH azza wa jalla. Jika persyaratan kurban, hanya berlaku bagi orang yang mampu (memiliki kelapangan), maka jika kita analisis sedikit, melihat fakta-fakta di atas, aku pikir, setiap kita (minimal yang membaca artikel ini) mampu untuk berkurban.

Kurban adalah merupakan usaha kita menyembelih sifat-sifat kebinatangan (hewaniah) yang ada pada diri kita. Lapar, haus, ketamakan, egoisme yang berlebihan, mau menang sendiri, rakus akan harta dan jabatan, sombong, angkuh, kikir, takabur, dan masih ada jutaan lagi sifat kebinatangan yang ada pada hati dan otak kita, bahkan telah tercermin pada implementasi kehidupan keseharian kita. ALLAHUAKBAR. Apakah nilai-nilai indah keikhlasan ALLAH kepada kita, harus dibalas dengan nilai-nilai buruk kebinatangan kita? Sembelihlah itu, hilangkan itu dari tubuh dan diri kita. Sembelihlah kebinatangan itu, sehingga kita akan menjadi orang yang ditulis oleh ALLAH sebagai orang yang bersyukur.

Kurban berarti pemerataan perekonomian rakyat. Ketika kurban, pemerataan perekonomian diharapkan akan terjadi. Ada trilyunan rupiah yang akan berputar di level perekonomian rakyat selama tiga hari yang dijadikan hari kurban. Para peternak, para intermediary (distributor dan marketingnya), pada retailer-nya, para pengelola hewan kurban, para penyembelih hewan kurban, parusahan pengalengan hewaan kurban, perusahaan penyamakan kulit, Jika saja pemerintah negara ini sedikit mau bijak dalam menggunakan moment hari kurban ini, harusnya mereka membiarkan perputaran ratusa trilyun pada 3 hari ini terjadi di level pasar tradisional dan para pelaku pasar tradisional, berikan sedikit intervensi pada perusahaan raksasa untuk tidak me-monopoli proses pasar yang terjadi sesaat. Insya ALLAH, efek 3 hari berkurban akan menjadi momen kebangkitan bangsa Indonesia.

Semoga, tiga hari ini bisa dijadikan olehku, anda, kita semua menjadi hari yang agung, sebagai bukti keikhlasan kita terhadap ALLAH, bukti penyembelihan sifat kehewanan dan kebinatangan serta sebagai bukti sokongan kita terhadap kebangkitan perekonomian rakyat yang islami dan jauh dari riba. Amin…

Alhamdulillah…

Selasa, 02 Desember 2008

Renunganku… Tentang “Kampus Mereka” (Mereka?)

Bissmillah…
Intro: Ini bukan cerita mengenai kampusku, bukan pula cerita mengenai kampusmu, namun merupakan sebuah cerita mengenai kampus mereka (mereka?).

Hatiku bersedih, namun aku harus tetap tegar menghadapi tantangan ini. Air mataku berlinang, namun harus terus kuseka, sehingga tidak menghalangi pandanganku di dalam melihat putihnya perjuangan ini. Tubuhku bergetar, bukan… bukan karena penyakit parkinson, namun karena aku membayangkan keadaan sebuah kampus yang carut-marut. Sungguh luar biasa. Bukan kampusku, bukan pula kampusmu, tetapi ini semua tentang kampus mereka, yang ada di negeri tercinta ini, Indonesia.

Aku pikir kampus adalah tempatnya para kaum intelektual, kaum yang memiliki wawasan positif dan berhati mulia. Aku pikir kampus adalah tempat untuk dijadikan contoh sebuah beradaban Islam yang agung. Aku bahkan sempat membayangkan, kampus adalah manifestasi, bahwa islam bukanlah sebuah aktivitas ibadah ritual semata, namun merupakan sebuah tatanan peradaban dan berkehidupan umat pilihan ALLAH SWT. Namun, pandanganku akan kampus adalah salah. Pandanganku akan institusi pendidikan sebagai pencetak generasi penerus dan pemimpin bangsa di masa yang akan datang ini, 100% salah adanya.

Aku melihat kampus tempat yang asri di pagi hari, karena para staff cleaning service-nya bahu-membahu membersihkan setiap jengkal pekarangan kampus dari sampah dan kotoran tangan-tangan jahil yang membuatnya. Aku melihat kampus adalah sebuah bangunan mentereng dengan infrastruktur dan gedung yang menyamankan mata dan penglihatan. Aku pun melihat para mahasiswanya, para mahasiswinya, berdandan necis, bergaya masa kini, terlihat tampan dan cantik mempesona.

Namun keadaan itu seratus delapan puluh derajat berbalik haluan. Jalan-jalan dan taman-taman yang indah dan bersih di pagi hari, berubah menjadi semrawut dan kumuh di siang dan sore hari, karena sampah yang berserakan dimana-mana, padahal tong sampah terlihat masih kosong melompong. Padahal pula, sebuah pribahasa mengatakan, an-nazhaafatu minal iimaan, kebersihan adalah sebagian dari iman. Bahkan di dalam Al-Qur’an telah tersuratkan dengan jelas “Sesungguhnya ALLAH menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri” (QS. Al-Baqarah [2]: 222). Begitu juga di dalam sebuah hadis, Rasulullah yang mulia telah menyatakan jauh-jauh hari, bahwa, ”Sesungguhnya ALLAH Ta’ala adalah baik dan mencintai kebaikan, bersih dan mencintai kebersihan, mulia dan mencintai kemuliaan, dermawan dan mencintai kedermawanan. Maka bersihkanlah halaman rumahmu dan janganlah kamu menyerupai orang Yahudi” (HR. Tirmidzi).

Mahasiswa dan mahasiswi (termasuk dosennya juga) yang nampak tampan dan cantik, pun, ternyata menyiratkan keraguan akan masa depan bangsa ini, menyiratkan kekhawatiran yang sangat luar biasa akan kelanggengan bangsa ini. Mereka, walaupun tidak semuanya…, banyak yang menghisap batang “laknat” (baca: rokok) tanpa rasa berdosa dimana-mana, bahkan di lingkungan kampus yang di sampingnya tertulis larangan merokok (lihat NB dalil tentang rokok di bawah). Mereka lupa, atau tidak tahu (atau bahkan pura-pura tidak tahu), bahwa rokok bukan semata gaya hidup, rokok bukan semata life style, lebih dari itu, rokok adalah ancaman kesehatan, rokok adalah ancaman disintegrasi moral, rokok pun adalah ancaman pembunuhan karakter muslim, ancaman politik, ancaman ideologi, bahkan lebih ekstrim lagi, rokok merupakan sebuah ancaman kehidupan dan berkehidupan berbangsa, bernegara dan beragama.

Mungkin pula karena asap dan racun rokok (selain racun dogma sekuler) ini yang telah meraksuk pembuluh nadi dan otak para mahasiswa, mereka pun lagi-lagi berulah, mereka melegalkan aktivitas yang bernama “menyontek”, mereka telah membudidayakan budaya yang bernama “menyontek”, dengan alasan yang sangat kerdil, yaitu karena alasan nilai kelulusan untuk setiap matakuliah yang mereka ambil (lihat NB dalil tentang menyontek di bawah). Padahal tujuan kuliah bukanlah sekedar nilai, kelulusan atau pun dapat mencari kerja dengan mudah, namun harus lebih dari itu. Seharusnya kita kuliah dalam rangka beribadah, implementasi rasa syukur kepada ALLAH dan tentu mencari keridoan-NYA sebagai tujuan dari segala tujuan kehidupan fana nan sekejap ini. Padalah pula, tidak akan pernah ada sebuah keberhasilan yang dilakukan dari hasil sebuah kecurangan, apalagi kecurangan tersebut sudah menjadi budaya. Yang ada hanyalah sebuah Multi Level Dosa, dosa yang terus melekat sepanjang hayat, karena “menyontek” merupakan sebuah “korupsi persepsi” akan sebuah barometer keberhasilan dari seorang guru atau dosen yang memberikan grade kelulusan sebagai sebuah result dari proses belajar mengajar di sebuah institusi pendidikan. Mungkin dan bisa jadi, praktek “menyontek” merupakan darah dan daging yang haram, yang menjadikan budaya “korupsi” negeri ini semakin merajalela.

Di sisi lain pun sama, di balik gedung kampus yang megah dan mentereng, aroma praktek kolusi, korupsi, kecurangan dan menghalalkan berbagai macam cara, baik yang dilakukan oleh para dosen, mahasiswa/i dan karyawanya, tercium sangat santer oleh hidung ini. Manipulasi angka, praktek ABS (Asal Bapak Senang) dan implementasi loyalitas yang salah, merupakan sebuah ciri yang khas dari sebuah praktek pendidikan di sebuah kampus negeri ini.

Bagaimana bangsa ini bisa keluar dari permasalahan besar, bagaimana bangsa ini bisa menata tatanan kehidupan yang islami, sedangkan sistem kecil saja, yang seharusnya menjadi tolok ukur keberhasilan pun keruh dan tidak indah. Bahkan seperti menantang ALLAH untuk memuntahkan amarahNYA saja. Naudzubillah min dzalik

Apakah ini adalah gambaran kampusku? ataukah ini merupakan gambaran kampusmu? Bukan (harapanku)… Ini bukan cerita mengenai kampusku, bukan pula cerita mengenai gambaran kampusmu, ini merupakan cerita, sebuah renungan, mengenai gambaran kampus mereka (mereka?).

Alhamdulillah…

NB:
Dalil tentang rokok
Dan Janganlah kalian menjerumuskan diri kalian dengan tangan kalian sendiri ke dalam jurang kerusakan “ (QS. Al Baqarah [2]: 195)

Dan Janganlah kalian membunuh diri kalian sendiri ..” (QS. An Nisa [4]: 29)
Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah Saudara-saudara syaitan dan syaitan itu adalah sangat ingkar kepada Tuhannya” (QS. Al Isra [17]: 27)
Di antara baiknya Islam seseorang adalah ia meninggalkan hal-hal yang tidak bermanfaat” (HR. Imam At Tirmidzi)
Barangsiapa yang memudharatkan (merusak) seorang muslim yang lain, maka Allah akan memudharatkannya, barang siapa yang menyulitkan orang lain maka Allah akan menyulitkan orang itu” (HR. Abu Daud dan At Tirmidzi)
"Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka ia telah menjadi bagian kaum itu” (HR. Abu Daud, Ahmad, dan Ibnu Hibban)

Dalil tentang menyontek
"Barang siapa yang memberi pertolongan dengan pertolongan yang baik, niscaya dia akan memperoleh bagian darinya, dan barang siapa yang memberi pertolongan dengan pertolongan yang buruk, maka dia akan memikul bagian darinya, ALLAH maha kuasa atas segala sesuatu" (QS. An-Nisa [4]: 85)

Biasakanlah berkata benar, karena benar itu menuntun kepada kebaikan dan kebaikan itu menuntun ke syurga. Hendaknya seseorang itu selalu berkata benar dan berusaha agar selalu tetap benar, sehingga dicatat di sisi ALLAH sebagai orang yang shiddiq (amat benar). Dan berhati-hatilah dari dusta, karena dusta akan menuntun kita berbuat curang, dan kecurangan itu menuntun ke neraka. Seseorang yang selalu berlaku curang akan dicatat di sisi ALLAH sebagai pendusta" (HR Bukhari Muslim)

"Dusta adalah dosa besar ketiga setelah kesyirikan dan durhaka kepada kedua orang tua" (HR. Bukhari dan Muslim)

Tidaklah masuk surga darah yang mengalir dan daging yang tumbuh dari sesuatu yang tidak halal“ (HR.Bukhari – Muslim)

Selasa, 11 November 2008

Renunganku… Tentang seorang pemimpin

Bissmillah…

Hadis riwayat Ibnu Umar ra.:
Dari Nabi saw. bahwa beliau bersabda: Ketahuilah! Masing-masing kamu adalah pemimpin, dan masing-masing kamu akan dimintai pertanggungjawaban terhadap apa yang dipimpin. Seorang raja yang memimpin rakyat adalah pemimpin, dan ia akan dimintai pertanggungjawaban terhadap yang dipimpinnya. Seorang suami adalah pemimpin anggota keluarganya, dan ia akan dimintai pertanggungjawaban terhadap mereka. Seorang istri juga pemimpin bagi rumah tangga serta anak suaminya, dan ia akan dimintai pertanggungjawaban terhadap yang dipimpinnya. Seorang budak juga pemimpin atas harta tuannya, dan ia akan dimintai pertanggungjawaban terhadap apa yang dipimpinnya. Ingatlah! Masing-masing kamu adalah pemimpin dan masing-masing kamu akan dimintai pertanggungjawaban atas apa yang dipimpinnya (Nomor hadis dalam kitab Sahih Muslim [Bahasa Arab saja]: 3408)

Ku terduduk di serambi masjid raya kota Bogor, selepas Isya sepulang dari pekerjaanku hari ini. Lelah terasa, lemah ku tak terkira, tetapi Insya ALLAH itu tidak akan pernah aku keluhkan, walau pun kadang itu sering terucap dari mulutku yang tak terjaga ini. Seharusnya bukan keluhan yang aku ucapkan, tetapi syukur yang seharusnya aku kumandangkan, karena, disadari atau tidak, hari ini aku masih memiliki pekerjaan. Entah esok, entah lusa, pekerjaan itu akan diambil oleh yang empunya, ALLAH azza wa jalla

Angin tertiup pelan, dingin menusuk jantung dan tulang sumsumku. Bulan setengah jalan, malu untuk menunjukkan jati dirinya, tertutup awan hitam pekat, tanda hujan lembut akan tumpah ruah. Kupandangi poster, spanduk dan atribut-atribut partai politik yang akan bertarung di pemilu yang akan datang, lengkap dengan photo calon legislatif dan calon presidennya. Jargon-jargon dan janji-janji pun terpampang jelas, padahal janji adalah hutang yang harus dibayarkan.

Tak habis pikir akal ini menerawang dan membahana ke angkasa luas. ‘Apa ya yang mereka cari?’, aku bergumam. Aku Cuma ber-khusnudzon, berprasangka baik, saja, bahwa mereka calon-calon anggota legislatif dan pemimpin bangsa ini, mencalonkan atau dicalonkan untuk menjadi calon anggota legislatif dan calon presiden beranjak dari hati yang amat murni, untuk memperjuangkan rakyat dan bangsa ini, bukan memperjuangkan partainya, bukan keluarganya, bukan ego dan cita-citanya semata. Karena, percaya atau tidak, sadar atau tidak, seorang pemimpin merupakan ‘Pemimpin Kehidupan’ umat atau orang yang dipimpinnya, baik kemaslahatan dunia maupun akhirat.

Pemimpin adalah panutan orang atau umat yang dipimpinnya. Pemimpin adalah contoh baik umatnya dan bertanggung jawab atas segala hal mengenai apa yang dipimpinnya. Pemimpin adalah seseorang yang harus dicintai dan mencintai rakyatnya, bukan kedudukannya. Pemimpin adalah orang yang mampu dan mau tidur beralaskan tikar, ketika ada rakyatnya yang hanya tidur beralaskan koran bolong, agar bisa merasakan dinginnya malam dan tusukan angin jahat kehidupan. Pemimpin adalah orang yang mau berdesakan duduk di angkot dan metromini, dengan kepulan asap rokok orang-orang yang tak berotak, agar mampu dan bisa merasakan bahwa rokok adalah sebuah permasalahan bangsa yang dipimpinnya. Pemimpin adalah orang yang mau bermacet-macetan, berbarengan dengan kaum marjinal pergi untuk dan pulang dari bekerja, agar bisa merasakan dan memiliki sense of problem solving, bahwa macet adalah permasalahan kota-kota besar di negara yang dipimpinnya. Pemimpin adalah orang yang mau dan siap berjalan di trotoar tanpa pengawalan ketat dan scenario berlebihan, sehingga dia mampu melihat dengan kepala matanya sendiri, bukan kepala mata orang-orang yang berucap ABS (Asal Bapak Senang), bahwa sampah di negara yang cenderung kotor ini adalah permasalahan bangsa.

Pemimpin adalah Imam bagi sholat berjamaahnya. Pemimpin adalah seorang petani bagi rakyat taninya. Pemimpin adalah prajurit pertahanan, bagi keutuhan negaranya. Pemimpin adalah buruh bari rakyat pekerjanya. Pemimpin adalah seorang pakar ekonomi, sehingga kebijakan ekonomi negaranya tidak salah kaprah. Pemimpin adalah negotiator ulung, sehingga tidak dibohongi dalam perjanjian antar negara. Pemimpin adalah orang yang FAST (Fatonah = cerdas, Amanah = dapat dipercaya, Sidiq = benar dan Tabligh = menyampaikan). Dan masih ada ribuan bahkan ratusan ribu atau jutaan fenomena yang harus dirasakan dan dikecap oleh pemimpin bangsa ini. sehingga, kehidupanlah yang dia pimpin, bukan birokrasi, bukan prosedur, bukan pemerintah atau jabatan saja. Sehingga pula, seluruh umat yang dipimpin merasakan ketenangan dalam melakukan apa pun, dan berbondong-bondong menuju kebahagaian dunia dan akhirat.

Tidak ada idola lain yang harus ditiru dan dibentuk, tidak musti melihat idola lain untuk diikuti titah, perilaku dan ide-idenya, cukuplah Rasul dan para sahabatlah sebagai idola para pemimin bangsa ini, karena lewat ide mereka, program kerja mereka bahkan lewat jenis alur birokrasi yang mereka kerjakanlah, Islam mengalami kejayaan yang hakiki. Dimana, tidak bisa dipungkiri lagi, ketika Islam jaya, di situlah semua orang dan elemen kehidupan akan merasakan ketentraman, karena Islam adalah rahmatan lil alamin.

Ku beranjak dari dudukku, karena angin kota bogor cukup tajam menusuk tulang-tulang sekujur tubuhku ini, jaket tebalku pun tidak sanggup untuk menghalaunya. Aku hanya berharap dan berharap, serta berusaha sesuai dengan batasan yang aku miliki, untuk ALLAH Tuhanku, kejayaan Islamku, perbaikan kehidupan saudaraku, dan kebangkitan bangsa dan negaraku, Indonesia…

Alhamdulillah…

Jumat, 07 November 2008

Renunganku… Tentang Seorang Anak Kecil

Bissmillah…
Aku tinggalkan bagi kalian dua perkara yang kalian tidak akan tersesat selama berpegang teguh pada keduanya; Kitabullah dan Sunnah nabiNya” (HR. Imam Malik).

Sepulang aku dari kantor, seperti biasa kunaiki bis ber-AC jurusan Lebak Bulus – Bogor. Seperti biasa pula, aku duduk di bangku paling belakang bis tersebut, tempat duduk yang agak tinggi dari tempat duduk yang lainnya, yang ada di depannya, sehingga kalau aku duduk, aku dapat melihat view di dalam bis dengan jelas, tanpa terhalang apa pun. Tak lama kemudian, hujan deras menghujam Jakarta dan sekitarnya secara mendadak. Guntur dan kilat berpadu padan dengan keadaan jalan yang tidak menentu. Orang-orang hilir mudik, berlari ke sana ke mari, untuk mencari peneduh dari air bah hujan yang mengguyur Jakarta dengan angkuhnya.

Dari balik jendela bis, yang berembun karena AC, bercampur dengan bulir-bulir air hujan dingin yang berjalan menetes pada kaca jendela bis, aku melihat sesosok anak kecil wanita berlari tanpa arah tujuan, berusaha untuk mencari tempat berteduh, dari guyuran air hujan yang sedang murka tersebut. Anak kecil yang di tangan kanannya memegang gitar kecil seperti ukulele, dan di tangan kirinya memegang bekas gelas air mineral, yang uang koinan hasil jerih payah dia mengumandangkan nyanyian ngamenannya kepada para penumpang bis kota di Jakarta ini berhamburan dan berserakan. Sesekali dia mengambilnya kembali uang koin ratusan itu, atau bahkan dia hanya memandanginya, karena terdorong orang-orang lain yang ukuran badannya lebih besar, yang pula mencari tempat untuk berteduh.

Badan kotornya sedikit tersapu oleh air hujan asam, asam karena air hujan tersebut bercampur dengan kadar CO2 yang cukup tinggi. Baju lusuhnya tak nampak lagi, basah tak terelakan. Rambut panjang sebahunya, kelimis jatuh karena tersiram air. Aku memandanginya cukup lama, untuk sebuah kisah rintihan hati yang teramat sakit untuk dirasakan, karena bis yang aku tumpangi pun tidak kunjung beranjak, karena kemacetan jalan raya kota Jakarta yang sudah mulai tergenangi air hujan tersebut.

Anak kecil, berumur kisaran 3 tahun, sebuah umur yang hanya pantas melakukan suatu permainan mengasyikan di dalam rumah bersama kakak-kakaknya, serta dilindungi dan didekap hangat oleh ayah dan ibunya, tersebut berhasil berteduh di bawah jembatan layang. Badannya mengigil kedinginan. Lutut, kaki dan tangannya, yang ditelungkupkan di atas dadanya, nampak bergetar tak berirama. Gigi dan bibirnya pun bergetar kencang tak bernada. Pandangannya kosong, entah apa yang sedang dia pikirkan, sembari memandangi tempat jatuhnya ribuan tetes air hujan yang ALLAH tumpah ruahkan dari langit.

Tampang lugunya pun tak kalah mengharukan. Ingin ku dekap dia, hanya untuk memanaskan suhu tubuhnya, atau sedikit memberikan perhatian, ketika setiap orang sibuk dengan dirinya sendiri. Kemana ya Ibunya? Bapaknya? Kakaknya? Atau saudaranya? Yang seharusnya ada di samping dia, melindungi dia dan menghangatkan tubuhnya. Belum lagi terpikirkan tentang kehidupannya setelah ini. Masa depannya. Sekolahnya. Konstribusinya untuk negara dan …

Ya ALLAH… Aku berharap ini bukan murkaMU ya Rabb… Aku berharap ini bukan azabMU… Aku hanya mengharapkan, ini hanyalah teguranMU akan sebuah sistem negara Indonesia yang tidak kunjung ada perbaikan. Teguran untuk kita semua, agar kembali ke tatanan kehidupan yang Islami, yang tidak salah haluan dan tujuan. Sebuah tatanan negara yang bervisi dan bermisi sama dengan para pejuang kita dahulu, sebuah negara yang berkat rahmat ALLAH bisa berdiri, dan tidak menduakan hukum ALLAH, yang me-replace hukum nan hakiki, Al-Qur’an dan As-sunnah.

Mobil bis yang aku ada di dalamnya pun mulai melaju, meninggalkan pemandangan klasik kota Jakarta itu. mengakhiri renunganku kali ini…
Alhamdulillah…

Sabtu, 11 Oktober 2008

Renunganku... Tentang 'Sistem'

Bissmillah...
Kepalaku seperti mau pecah, dada sempitku terasa semakin sempit, sesak tak karuan, degub jantung dan denyut nadiku kencang tak berirama... Aku terhenyak... Ketika seharusnya kita merayakan sebuah kemenangan besar, ketika seharusnya kita bersuka cita menyambut hari Akbar ini, atau ada beberapa orang yang mungkin bersedih, karena berpisah dengan hari-hari penuh ampunan, barokah dan nilai hakiki, Ramadhan, di televisi terkabarkan bahwa ada puluhan orang meninggal dunia dikarenakan 'menenggak minuman keras oplosan'... Katanya, hal seperti itu konon dilakukan, untuk menyambut datangnya Hari Raya Idul Fitri... Naudzubillah min dzalik... Aku berlindung dari hal seperti itu ya ALLAH...

Tidak... Tidak mungkin mereka tidak tahu, bahwa minuman keras dan sejenisnya sangat diharamkan di dalam Islam, namun mengapa mereka tetap menenggaknya?... Subhanallah... Aku menjadi teringat sebuah statemen, bahwa kejahatan itu ada karena dua faktor; niat dan kesempatan. Aku sangat yakin, seminimal apa pun pengetahuan kita terhadap agama, kita tahu kok bahwa 'Minum Khamar' itu adalah perbuatan dosa, tapi mengapa kita masih melakukannya juga?, kita tahu kok bahwa mencuri itu 'perbuatan buruk', namun mengapa itu tetap dijalankan juga?, bahkan lebih hebat... Seperti korupsi misalnya...

Ternyata niat baik saja tidaklah cukup, karena jika kesempatan itu setiap saat datang, setiap hari menghujami hati kita, terus-menerus menggedor-gedor keimanan kita, merobek-robek kain niatan baik kita, aku sangat yakin, niat baik dan keimanan itu lama-kelamaan akan koyak juga... Makanya yang dilakukan Rasul waktu dulu, ketika masyarakat Mekah telah keluar dari ajaran-ajaran luruh, Rasul melakukan hijrah untuk menghindari itu semua, bukan karena keimanan dan niat Rasul atau para sahabatnya itu tidak kuat, namun kekhawatiran akan koyaknya iman dan niat baik oleh lingkungan sekitar (atau dalam hal ini kesempatan) dapat terjadi... Jika itu terjadi, tentunya, tidak akan ada kejayaan Islam, tidak akan ada kehidupan islam hakiki, atau nilai-nilai yang penuh cahaya seperti sekarang ini... Mungkin juga perjuangan Islam pada waktu itu akan gagal total... Ternyata Iman saja tidaklah cukup, makanya Rasul waktu itu berhijrah lalu kemudian berjihad...

Jadi bisa jadi, dan aku yakin, bahwa mereka yang melakukan 'minum khamar' atau melakukan hal-hal negatif lainnya adalah tahu bahwa itu salah, dan berniat ingin berhenti atau menghindarinya, namun karena lingkungan itu selalu dapat menciptakan kesempatan buruk, maka mereka sangat sulit (kalau tidak ingin dikatakan mustahil) untuk menghindarinya...

Alhamdulillah, aku memiliki kesempatan belajar mengenai 'Sistem'... Secara teori, Sistem adalah Semua bagian-bagian yang bekerja sama secara harmonis untuk mencapai sebuah tujuan. 'Satu bagian' saja tidaklah cukup, harus 'semua bagian-bagian', Seluruhnya, atau Kaffah dalam bahasa Islamnya. 'Bekerja' saja tidaklah cukup, namun harus 'bekerja sama'. 'Bekerja sama' saja tidaklah cukup, tanpa 'harmonisasi'.

Jadi aku beranggapan, bahwa apa yang dilakukan oleh para guru-guru ngaji dalam mendidik, ustadz-ustadz dalam mengajar, kiayi-kiayi dalam bertausiah dan berdakwah, serta para pejuang Islam yang bekerja untuk islam, adalah hal-hal yang sangat benar dan harus terus dilakukan secara kontinyu, namun... Apa yang mereka lakukan, hanyalah sebagian elemen dari keseluruhan sistem yang ada di negara ini, selain umat itu sendiri, hukum, peraturan, aparatur, peniagaan, perbankan, dan lain sebagainya. Jadi, jika bagian sistem lain, tatanan kemasyarakatan bangsa ini, peraturan dan hukum masih tebang pilih dan tidak ada misi dan visi yang jelas (kalau menurut ilmu sistem itu berarti tidak bekerja sama secara harmonis... Jika bagian-bagian tadi bekerja sama, bukan hanya bekerja, namun tidak harmonis, tujuan pun akan mustahil atau sulit tercapai) dan keadaannya masih seperti sekarang, aku sangat khawatir, perjuangan itu akan terhenti... Aku tidak mengatakan sia-sia, karena amalan para pejuang islam, dimana pun dia berada akan dijamin tercatatat sebagai amalan baik di sisi ALLAH, namun sekali-kali, tidak ada jaminan bahwa perjuangan itu akan berhasil...

Seharunya... 'Bekerja' untuk ALLAH dan Islam tetap harus kita jaga, namun 'Bekerja Sama' (seperti dalam teori sistem tadi, 'bekerjasama secara harmonis') dalam sebuah sistem bervisi dan misi yang sama, tanpa ada dikotomi, untuk ALLAH dan Islam, seharusnya pun mulai untuk dilakukan... Seharusnya umat Islam bersatu padu, tidak terpecah belah, dalam memperjuangkan sebuah 'Sistem' yang islami, yang bersyariatkan Islam (sebagai visi dan misi satu arah), sehingga Syariat Islam, tidak hanya hadir dalam pribadi setiap muslim saja (karena terbukti itu tidaklah cukup untuk menghalau semua gedoran dan tusukan negatif dari luar kita), namun juga hadir, mengawal dan mengilhami lingkungan dan sistem di sekitar kita...

Maka dari itu, aku sekarang yakin bahwa shalat saja, saum saja, mengaji saja, tidaklah mencukupi untuk berjuang di jalan ALLAH, namun aku harus memulai memperhatikan lingkunganku dengan amalan-amalan yang berbasis sosial, seperti bershodaqoh, mengajarkan ilmu yang baik dan bermanfaat, mendidik dan membimbing mahasiswa, saling menasehati untuk kebaikan serta saling mengingatkan untuk bersabar, harus semakin ditingkatkan... Bukankah Rasul pernah bersabda, bahwa "Apabila manusia meninggal dunia, terputuslah segala amalannya, kecuali dari tiga perkara; shadaqah jariyah, ilmu yang bermanfaat atau anak shaleh yang mendo'akannya". Dan aku pun tersadarkan, bukankah shadaqah jariyah, ilmu yang bermanfaat atau anak shaleh yang mendo'akannya, itu adalah amalan-amalan yang berbasis sosial??!!... Semoga, 'Sistem Syariat Islam' yang hakiki di negara tercinta ini akan cepat terwujud... Amin. Alhamdulillah...

Buah Penaku


Ditdit N. Utama

Jumat, 19 September 2008

Renunganku… Tentang Aktivitasku

Bissmillah…
Kubuka laptop ku… Setelah laptopku me-load windows OS, dan wallpaper laptopku yang berupa gambar fotoku muncul, aku bingung. Apa yah yang harus aku kerjakan? Pekerjaan kantorku kah? Penulisan buku kah? Laporan penelitianku kah? Laporan proyekku kah? Atau main game kah? Kepalaku terasa penuh dan berdesakkan (seperti para calon penumpang di statsiun Gambir yang antri tiket KA untuk mudik), entah apa yang musti aku kerjakan terlebih dahulu… sampai aku termenung sesaat… kututup kembali laptopku…

Lantas pikiranku melayang jauh ke angkasa, dimana di dalam angkasa anganku itu aku teringat akan sebuah hadis Rasulullah, dari Aisyah RA, sebuah hadis riwayat Muslim: Ada orang bertanya kepada Rasulullah “Amal manakah yang paling dicintai ALLAH?”. Kemudian Beliau bersabda ”Yang dikerjakan secara tetap, walaupun hanya sedikit”. Kemudian Beliau menambahkan “Lakukanlah amal perbuatan mana yang sanggup kamu lakukan”.

Aku terhenyak dengan lamunanku sendiri. Aku terkagetkan dengan film VCD angan pikiranku sendiri. Dimana, sebenarnya, keruwetan yang sering aku alami adalah alamiah. Penatnya pikiran yang sering aku rasakan sebenarnya sebuah anugrah ALLAH yang patut dan wajib aku syukuri. Prioritas pekerjaan yang saling bertumpuk tadi, sebenarnya, sadar atau tidak sadar, itu berarti aku masih punya pekerjaan, masih punya kegiatan dan masih hidup di saat ini. Ya ALLAH… Ampuni aku atas keluhan yang tak bernilai ini, bukan syukur yang aku ucap, namun keluh yang selalu aku katakan… Tidak ada beban yang ENGKAU berikan yang melebihi kekuatanku ini.. Aku pasti sanggup! ENGKAU tidak pernah menuntut banyak, tetapi ENGKAU mencintai pekerjaan baik, amalan baik, dan tindakan baik yang sedikit sesuai kemampuan, namun dikerjakan secara kontinyu… Tentunya dengan niat karena MU ya ALLAH...

Tidak ada sebuah pekerjaan besar, tanpa langkah kecil yang konsisten. Tidak ada hasil maksimal, tanpa ketekunan optimal yang dilakukan. Tidak akan ada kejayaan Indonesia, kalau memang masing-masing individu rakyat Indonesia tidak mau dan tidak jaya. Maka tidak pernah akan rampung laporan proyekku, pekerjaanku, disertasiku, bukuku, penelitianku, jika aku memang tidak pernah memulai dari halaman pertama, halaman kedua dan seterusnya… Bissmillah… aku buka lagi laptopku, dan memulai sebuah pekerjaan dengan prioritas yang sudah pernah aku susun. INSYA ALLAH berhasil…
Alhamdulillah…

Buah Keyboardku


Ditdit N. Utama

Minggu, 07 September 2008

Renunganku... Tentang Shalat

Bissmillah….
Kuhamparkan sajadah, kutundukkan pandanganku, kuhadapkan niat kepada ALLAH, kutakbirkan kebesaran ALLAH, kusujudkan kepala ini… 17 rakaat Insya ALLAH aku lakukan itu, lima kali dalam satu hari satu malam Insya ALLAH aku kerjakan itu… Ribuah orang, jutaan orang, bahkan milyaran orang melakukan itu, ALLAH tetap Maha Agung, ALLAH tetap Maha Besar, sampai tidak ada satu orang pun yang melakukan shalat, ALLAH tetap Maha Perkasa, Maha Kuasa…

Aku pikir, aku melakukan shalat karena shalat merupakan sebuah kewajiban, kerjakan itu dan selesai… aku sudah mengerjakan sebuah kewajiban, kewajiban yang menjadi hisab utama di akhirat nanti, hisab yang akan membuat baik atau buruk seluruh amalanku di depan Pengadilan Maha Dahsyat miliki ILLAHI RABBI… “Awal hisab seorang hamba pada hari kiamat adalah shalat. Apabila shalatnya baik maka seluruh amalnya baik, dan apabila buruk maka seluruh amalnya buruk” (HR At-Thabrani).

Aku yakin, bukan cuma aku yang melakukan itu. Ada 90% penduduk negeri ini melakukan itu, ada kurang lebih 180 juta orang kaum muslim negeri Indonesia ini khusyuk dengan shalatnya, namun, apa manifestasi dan imbas positif yang menetes pada lingkungan sekitar dan negara tercinta ini? Apakah korupsi sudah tidak membekas lagi? Aku pikir malah semakin menggila. Apakah penggunaan narkoba di kalangan anak muda dan remaja sudah hilang? Aku pikir ini pun semakin menggila. Atau apakah kejahatan, pencurian, pembunuhan dan aborsi sudah tidak ada lagi di negeri ini? Aku yakin, itu pun semakin menggila. Lalu, kemanakah efek menetes dari shalat yang kita lakukan? Bukankah shalat dapat mencegah perbuatan keji dan mungkar? “Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, yaitu Al-Kitab (Al-Quran) dan dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan mungkar. Dan sesungguhnya mengingat ALLAH (shalat) adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadah-ibadah yang lain). Dan ALLAH mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (Q.S. 29/Al-Ankabuut: 45).

Dirikanlah shalat! Itu Jawabannya. Shalat bukan sebuah aktifitas rutin saja. Shalat bukan sebuah ibadah ritual yang diawali takbir dan diakhiri salam semata. Shalat pun bukan hanya sekedar gugur kewajiban saja. Namun shalat harus tetap berdiri sepanjang hayat kita, sepanjang waktu bergulir, sepanjang otak dan kesadaran ini masih melekat di kepala kita. Dirikanlah shalat untuk mengingatKU! (QS. Thaaha; 14). Mengingat akan semua anugrah yang telah diberikan, mengingat akan segala dosa yang telah aku perbuat, mengingat atas segala usaha yang sudah aku jalankan, mengingat asal usul rezeki yang aku makan, mengingat esok hari, berapa shodaqoh yang harus aku berikan, mengingat bagaimana cara aku membahagiakan orang lebih banyak, mengingat bagaimana aku harus menjadi anak yang berbakti kepada kedua orangtuaku, Mengingat… Mengingat…

Apakah cukup menggapai surga hanya dengan shalat? Apakah cukup shalat hanya untuk mendapatkan pahalanya ALLAH? Apakah aku masih tetap akan shalat, jika memang surga atau neraka itu tidak pernah ada? Apakah aku akan tetap shalat, jika pahala shalat tidak pernah ada? Seribu kali sehari kepala ini bersujud pun, tidak akan pernah cukup jika dibandingkan dengan nikmat yang telah ALLAH berikan kepadaku. Jika kaki ini pun telah tidak kuat lagi berdiri karena terlalu seringnya aku shalat, aku pikir tidak sepadan dengan apa yang telah ALLAH berikan kepadaku. Tidak, tidak…. bukan karena shalatku aku terhindar dari neraka, bukan karena shalatku aku masuk ke dalam surganya ALLAH, tetapi karena rahmatNYA-lah, tetapi karena RidhoNYA-lah. Walau, memang tidak akan pernah ada rahmat dan ridho dari ALLAH, tanpa aku mendirikan shalat. Ya ALLAH ampuni aku, ampuni aku…

Aku mulai sadar sekarang, hatiku dan pikiranku mulai terbuka lebar, bahwa shalat bukan lagi berdebatan mendasar. Shalat seharusnya sudah merupakan pembeda antara kita dengan non-muslim. Shalat sudah harus menjadi patri yang kokoh di setiap tindakan dan laku kita. Yang harus menjadi pertanyaan lebih lanjut, bahwa apakah kita sudah mendirikan shalat? Aku pikir, Orang muslim yang shalat dan beretos kerja yang baik, apa pun profesinya, siapa pun dia, itulah orang muslim yang mendirikan shalat. Orang muslim yang shalat dan tepat waktu serta selalu menepati janji, itulah orang muslim yang mendirikan shalat. Orang muslim yang shalat dan memiliki target hari ini lebih baik dari hari kemarin, bersodaqoh lebih banyak dari hari kemarin, bercita-cita Lillahita’ala untuk memajukan pendidikan dan memberantas kebodohan, itulah orang muslim yang mendirikan shalat.

Orang muslim yang shalat dan selalu tersenyum, mengucap salam, ber-husnudzan (baca: berbaik sangka) dengan sesama suadara, tidak ber-ghibah (membicarakan orang itu, benarnya adalah ghibah, salahnya adalah fitnah… sama-sama dosa besar), itulah orang muslim yang mendirikan shalat. Orang muslim yang shalat dan indah budi pekertinya, tidak korupsi, tidak narkoba (tidak merokok pula… Ingat 100% pecandu narkoba adalah perokok), itulah orang muslim yang mendirikan shalat. Orang muslim yang shalat dan ada tanda shalat di wajahnya (bersih, bersinar, berseri dan menunjukkan semangat juang dan pantang menyerah yang besar, dan selalu optimis, tak pernah berkeluh kesah), itulah orang muslim yang mendirikan shalat. Sehingga shalat akan mencegah perbuatan keji dan mungkar. Dan aku yakin dengan seyakin-yakinnya bahwa jika setiap orang muslim mendirikan shalat dengan sebenar-benarnya, negara dan dunia ini akan mendapatkan Rahmat dari segala penjuru mata angin dari ALLAH Azaa Wa Jalla. Amin…

Alhamdulillah…

Goresan Penaku



Ditdit N. Utama

Sabtu, 30 Agustus 2008

Renunganku… Tentang Ramadhan

Bissmillah…
Rasulullah pernah bersabda, "Kalau datang bulan Ramadhan, terbukalah pintu surga, tertutuplah pintu neraka, dan syaitan-syaitan terbelenggu" (HR Muslim). Bolehlah kita men-tadabburi (memahami) hadis tersebut secara harfiah. Dengan semangat bathin yang suci, kami pikir itu semua betul adanya. Hadis tersebut shahih (yaitu hadis yang sanadnya bersambung; para perawi hadisnya adalah orang-orang yang adil; para perowinya adalah orang yang al dlobith / cermat; terbebas dari kontroversi; dan tidak memiliki cacat.), tidak ada keraguan lagi sedikit pun. Untuk kita orang yang beriman, kita mengimani bahwa surga itu nyata, nereka itu pun nyata, bahkan musuh nyata kita kaum muslimin adalah syaitan (QS. Al-Baqarah: 168). Tentunya syaitan itu pun nyata. Men-tabadaburi hadis di atas secara bathin, membuat kita terbentengi akan hal-hal yang merusak ke-khusyuk-an kita dalam menjalankan ibadah puasa, ke-khusyuk-an kita dalam melakukan shalat tarawih, tilawatil dan tadabbur Qur’an, shadaqoh serta lain sebagainya. Bentengilah jiwa ini dari hal-hal yang merusak ibadah kita di dalam bulan penuh barokah ini, bulan dimana merupakan bukti sayang ALLAH kepada kita, umat pilihanNYA.

Boleh men-tadabburi secara bathin, boleh pula (kalau gitu…), men-tadabburi secara zhohir. Ketika bulan puasa (Ramadhan) digulirkan oleh ALLAH, orang-orang mulai berkopiah, perempuan mulai dengan seksama mencoba untuk menutupi auratnya dengan jilbab dan kerudung, masjid-masjid penuh sesak sesesak-sesaknya, alunan para pembaca Qur’an dari masjid dan surau terdengar menyejukkan hati, diskotik-diskotik dan tempat dugem mulai mengeluh karena peraturan pemerintah untuk menutupnya selama sebulan penuh, Miras dirazia, zakat-zakat mulai dipunguti, ditambah dengan kesadaran ber-zakat dan ber-shodaqoh yang sedang memuncah dan membumbung tinggi dari umat ini, serta lain sebagainya lain sebagainya. Secara fisik terlihat, bahwa kita semua dalam barokahnya ALLAH, dalam naungannya ALLAH, di dalam sebuah sistem yang indah, tatanan kehidupan islami yang murni, bersih dan suci.

Tidak mungkin salah lagi, bahwa pintu surga memang sedang terbuka lebar-lebar. Bahkan sistem dan keadaan itu pun mempersulit orang untuk berbuat kejahatan (bukankah ini berarti bisa dikatakan bahwa pintu neraka ditutup rapat-rapat?). Belum lagi, jangan coba-coba ada orang atau sekelompok orang bikin ribut dan keributan yang mengkoyak-koyak orang islam pada bulan ini, semua akan mengecamnya bahkan melaknatnya, bukankah ini berarti tidak akan ada syaitan yang berani memporak porandakan tatanan kehidupan islami yang hakiki ini (syaitan dibelenggu)?

Indah jelas, aman pasti, barokah jaminannya, surga hasilnya, jika memang keadaan ini dipertahankan untuk 11 bulan ke depan, selepas bulan Ramadhan ini. kami masih memiliki keyakinan yang mendalam, bahwa siapa pun pemimpin negara ini, siapa pun yang masuk ke dalam legislatif negara ini, siapa pun yang menduduki departemen-departemen pemerintahan, siapa pun itu, tidak akan bisa berbuat banyak, jika memang sistem dan tatanan kehidupan yang islami nan hakiki di bumi pertiwi ini tidak pernah ada dan terjaga.

Alhamdulillah…

Ditdit N. Utama

Senin, 04 Agustus 2008

INDONESIA = NEGARA KAYA RAYA

Tulisan ini kami kutip dari buku kami: Utama, Ditdit N., "Hitam Putihnya sebuah Fenomena", 2008, VIQRY Publishing - Bogor
Tidak bisa dipungkiri lagi, tidak mungkin bisa kita elakkan lagi, bahwa sebenarnya Indonesia adalah sebuah negara yang dikaruniai sangat dasyat oleh ALLAH sebagai negara yang indah, asri, dan kaya raya. Tumbuhan, hewan, tanah dan air Indonesia melimpahkan rezeki yang sangat berlimpah, mengeluarkan ribuan, bahkan jutaan sumber daya alami yang sangat luar biasa. Minyak bumi negara kita, Indonesia, merupakan minyak bumi terbanyak ke-7 di dunia. Batu bara Indonesia, merupakan batu bara yang diekspor terbanyak ke-2 di dunia. Emas Indonesia, merupakan emas terbanyak ketujuh di dunia.

Belum cukup? Anda tahu karet? Ya… Karet alam Indonesia merupakan karet alam terbanyak kedua di dunia (setelah Thailand). Anda suka makan coklat dan meminum kopi kan? Apakah anda tahu, bahwa Coklat dan kopi Indonesia merupakan coklat dan kopi terbanyak ketiga dan keempat di dunia? Bagaimana dengan kelapa Sawit (kelapa sawit adalah bahan baku minyak goreng, bisa juga dibuat biofuel)? Kelapa sawit Indonesia merupakan kelapa sawit yang terbanyak kedua yang diekspor ke dunia (setelah Malaysia). Kayu kita, jangan ditanya lagi, jumlah kayu Indonesia merupakan kayu terbanyak pertama (numero uno = nomor satu) di dunia.

Belum lagi, ikan laut Indonesia, merupakan ikan laut terbanyak keenam di dunia. Udang tambak Indonesia, merupakan udang terbanyak keempat di dunia. Apa lagi yang tidak kita miliki? ALLAH yang maha pemurah dan pemberi telah memberikan karunia yang sangat luar biasa kepada kita, namun bagaimana dengan rasa syukur kita? Apakah kita sudah mengoptimalkan apa yang kita miliki? Atau kita malah pergunakan itu semua sebagai ajang memperkaya pribadi dan mengisi perut pribadi saja sampai buncit? Naudzubillah min dzalik…

Terlalu banyak sudah teguran yang telah ALLAH berikan kepada kita. Sudah terlalu sering derita masyarakat Indonesia alami sebagai manifestasi sentilan ALLAH kepada bangsa ini. cukup sudah! Jangan pernah membangkang lagi! Jangan pernah kita menyombongkan diri lagi! Jangan pernah berdalih lagi! Jangan pernah lagi kita memikirkan hanya perut dan napsu kita melulu! Cukup sudah! Jangan pernah memancing amarah ALLAH yang sangat dahsyat itu… ALLAHUAKBAR.

Mulailah berpikir berbasiskan negara. Mulailah dengan berpikir berbasiskan masa dan masyarakat. Mulailah dengan berpikir dan bertindak untuk kemashlahatan orang banyak, rakyat ini, bangsa ini. Mungkin karena do’a-do’a dan rintih tangis mereka, orang-orang tua jompo, mungkin karena alunan ayat-ayat Qur’an yang dikumandangkan oleh mereka, para santri, di surau-surau reot di pedesaan, mungkin karena suara-suara rintihan dzikir yang mereka, rakyat yang kena bencana banjir lumpur lapindo di Sidoarjo, perdendangkan, atau mungkin juga karena tangis bayi kelaparan dan jeritan hati mereka, rakyat Indonesia yang hidup kekurangan dan kelaparan, yang masih menghalangi amarah ALLAH yang maha dahsyat untuk turun ke bumi pertiwi ini. Jangan sampai ya ALLAH…

Hai saudaraku… Hai para sahabatku… Hai para pemimpinku… cukup sudah ini semua! Cukup sudah ini semua! Kita harus memulai tatanan kehidupan baru. Kehidupan yang ALLAH rahmati dan ridhoi. Bersihkan kekotoran itu dari diri kita masing-masing. Kembalikan itu kepada yang berhak, kepada masyarakat kita, kepada negara dan bangsa ini. Bangsa ini sedang terpuruk dan sakit, padahal masih ada 10% dari penduduk ini yang memiliki uang lebih dari 1 Milyar rupiah. Masih ada orang Indonesia yang memiliki dan berteduh di dalam rumah-rumah elit. Masih ada pula orang Indonesia yang berkendara bagus di dalam keseharian mereka. Juga masih ada orang Indonesia yang memiliki kekayaan lebih dari 40 trilyun rupiah! Padahal negaranya sedang sakit. Bumi yang mereka injak sedang sekarat. Padahal pula itu semua semu di mata ALLAH. Kekayaan yang kita miliki tidak ada artinya di mata ALLAH. Ya ALLAH, sadarkanlah kami semua… “Sekiranya nilai dunia di sisi ALLAH sebanding dengan satu sayap nyamuk saja, tentulah ALLAH tidak akan memberikan kenikmatan dunia itu kepada seorang kafir pun, meski sekedar seteguk air minum” (HR. At-Tirmidzi).

Agama tidak pernah melarang kita untuk menjadi kaya, sama sekali tidak. Tidak ada satu ayat pun yang menghalangi umat Islam ini untuk memiliki harta berlimpah, namun, jika itu didapat dengan cara tidak etis (yang mengerikan bahwa kita merasa itu adalah etis, padahal jauh dari etis…), tidak bermoral, bahkan keji, kotor dan haram (mudah-mudahan hati kita semua terbuka), tunggulah azab ALLAH sangat pedih. Di samping itu, sebenarnya ada hak fakir dan miskin di dalam harta kita. Rasulullah bersabda, “Bukan dari golongan kami, orang yang tidur dalam keadaan kenyang sementara tetangganya kelaparan” (Al-hadis). Kalau definisi tetangga merupakan orang samping rumah kita saja, maka terbebaslah orang-orang yang hidup di lingkungan elit akan hadis ini. Hadis ini harus dicerna dengan cara lebih mendalam (bijak). Tetangga kita bukan hanya tetangga samping rumah kita saja, jika kita hidup di sebuah kompleks, seharusnya, yang namanya tetangga kita adalah termasuk mereka yang hidup di sekitar kompleks kita. Jika kita hidup di kota Jakarta, seharusnya, tetangga kita adalah semua orang di sekitar Jakarta. Jika kita hidup di daerah Jawa Barat, maka, seharusnya lagi, tetangga kita adalah semua orang yang tinggal di daerah lain di luar Jawa Barat. Jika kita hidup di pulau jawa, ya tentunya, tetangga kita adalah semua orang yang hidup di pulau-pulau lain di luar pulau jawa. Dan jika kita hidup di negeri ini, Indonesia, maka, pastinya, tetangga kita adalah seluruh negeri di dunia ini. Jadi pemahaman hadis di atas, jangan dipahami secara sempit.

Maka dari itu, sebenarnya, mereka yang hidup di daerah Tangerang, Bekasi, Bogor, Semarang, Purbolinggo, Jogjakarta, Lapindo, Bali, Papua, Malaysia, Singapura, Eropa, Afrika, Amerika, Ethiopia dan Kutub utara serta Kutub selatan, mereka adalah tetangga kita, dan jika mereka ber-Tuhan-kan ALLAH SWT dan ber-Rasul-kan Muhammad SAW, mereka itu adalah saudara kita. Islam berkonsepkan “Rahmatan Lil Alamin”.

Banyak sekali masalah yang sedang negeri ini hadapi. Tiga masalah besar yang melanda rakyat ini adalah masalah desintegrasi moral, kebodohan dan kemiskinan. Namun kami tidak akan membahas semua permasalah, bidang, yang sedang dihadapi negara ini. Mungkin tidak akan pernah cukup waktu untuk mengupas itu semua. Atau mungkin pula karena keterbatasan ilmu dan pengetahuan yang kami miliki. Kami hanya mengintip sedikit mengenai kebijakan-kebijakan, atau aksi-aksi yang dilakukan pemerintah negeri ini, pemerintahan Republik Indonesia ini, akan hal entrepreneurship dan teknopreneurship.


ENTREPRENEURSHIP
Ok, kita mulai membahas apa itu entrepreneurship. Kami analogikan seperti ini. Jika kita bisa membuat lemari, dengan biaya pembuatan (production cost) sebesar 1 juta rupiah, dan kita bisa menjualnya sebesar 1,2 juta rupiah, secara hitung-hitungan matematika, kita untung 200 ribu rupiah. Namun, jika kita bisa membeli lemari tersebut dari tempat lain, seharga 750 ribu rupiah, dan, sebut saja, kita jual lemari itu dengan harga 1 juta rupiah, maka kita untung 250 ribu rupiah. Apa lagi kita bisa menjual lebih murah, bisa-bisa para customer semua akan menyerbu jualan kita. Secara ekonomi, prinsip dagang yang kedua (membeli lemari dari tempat lain, kemudian menjualnya lagi), jauh lebih menguntungkan.

Kita lihat analogi kedua. Jika kita bisa membeli kulit sapi dari para penjagal sapi, kemudian kulit itu kita proses, lalu kemudian kita buat sepatu, sebut saja sepasang sepatu ongkos produksinya 30 ribu rupiah, dan kemudian kita bisa jual dengan harga 45 ribu rupiah, berarti per pasang sepatu kita bisa untung 15 ribu rupiah. Namun, jika kita membeli sepatu dari tempat lain, misalkan sebut saja kita impor dari negeri China, dengan harga 20 ribu rupiah, dan kita jual seharga 40 ribu rupiah, sekali lagi secara prinsip ekonomi, pedagang pasti akan memilih pilihan yang kedua, yaitu impor dari China, dan dijual dengan keuntungan yang lebih menggiurkan.

Kedua analogi di atas, adalah analogi yang dilakukan oleh para entrepreneur (pebisnis atau disebut juga pedagang). Konsep entrepreneur sah-sah saja diperkenalkan kepada masyarakat Indonesia. Sehingga diharapkan, rakyat Indonesia adalah rakyat yang berjiwa pebisnis tangguh. Bahkan entrepreneur ini di Jakarta ada sekolahnya. Dimana, para lulusan sekolah ini, diharapkan bertujuan tidak menjadi seorang pencari pekerjaan, tetapi bisa membuat pekerjaan sendiri. Bukan menjadi karyawan sebuah perusahaan, melainkan bisa membuat dan membuka lapangan pekerjaan bagi orang lain. Konsep yang sangat brilian, yang bisa mengangkat harkat dan martabat bangsa ini.

Konsep entrepreneurship (kewirausahaan) memiliki arti yang luas. Salah satunya, entrepreneur adalah seseorang yang memiliki kecakapan tinggi dalam melakukan perubahan, memiliki karakteristik yang hanya ditemukan sangat sedikit dalam sebuah populasi. Definisi lainnya adalah seseorang yang ingin bekerja untuk dirinya. Kata entrepreneur berasal dari kata Prancis, entreprendre, yang berarti berusaha. Dalam konteks bisnis, maksudnya adalah memulai sebuah bisnis. Kamus Merriam-Webster menggambarkan definisi entrepreneur sebagai seseorang yang mengorganisir, memenej, dan menanggung risiko sebuah bisnis atau usaha (www.quickmba.com, 2008, di dalam www.mybusinessblogging.com).

Namun, ini yang menjadi permasalahnnya, tidak semua sektor dan bidang bisa diselaraskan dengan konsep entrepreneurship ini. Tidak semua jenis usaha dapat di-encourage ke arah konsep entrepreneurship ini. Bahkan tidak semua jenis usaha dapat dipandang sebagai komoditi ekonomi, yang dengan hitung-hitungan ekonomi sederhana, dapat diterapkan konsep jual beli ini. konsep ekonomi kan sangat sederhana? Mendapatkan barang dengan harga yang seminimal mungkin, dan menjual dengan harga semaksimal mungkin, sehingga akan didapat profit atau keuntungan semaksimal mungkin.

Sekali lagi, tidak semua sektor dapat dirembesi konsep entrepreneurship ini. Ada beberapa sektor yang harus dijadikan roh kehidupan bangsa ini. Ada beberapa komoditas bangsa ini, yang harus dijadikan citra dan trade mark negara Indonesia ini. Sehingga tidak melulu dipandang sebagai kegiatan ekonomi semata, yang hanya menghasilkan jumlah profit yang besar dalam kurun waktu sesaat. Atau alangkah baiknya, jika konsep entrepreneurship ini kita geser sedikit ke konsep teknopreneurship.


TEKNOPRENEURSHIP
Bahkan ada anekdot yang menyatakan, “Apa sih yang bisa dibuat oleh bangsa Indonesia?” (Ups, maaf…). Tetapi, dengan lapang dada, harus kita akui. Hampir semua barang yang ada di pasaran negara ini adalah hasil impor. Sebut saja, minuman cincau di dalam kaleng (Malaysia), buah jeruk (China, Thailand), durian (Thailand, Malaysia), Boneka dan mainan anak (China), pesawat (USA), mobil dan motor (Jepang), barang-barang elektronik (China, Jepang, USA), baju (USA), sepatu (USA), handphone (Jerman, Swedia, China), furniture (China), kaos kaki (China), peniti (China), karet gelang (Thailand), beras (Thailand), gandum sebagai bahan baku mie, roti dan kue (Amerika) dan masih ada ribuan merek dan produk yang kita pakai dan kita gunakan sebenarnya adalah barang impor. Bahkan batik, wayang, tempe dan kesenian reog sendiri pun, di-claim (atau minimal dicoba untuk diakui) sebagai hasil karya bangsa lain. ALLAHUAKBAR…

Menurut data, nilai impor Indonesia pada tahun 2005 mencapai 57,7 milyar US dollar, atau sama dengan Rp 519,3 trilyun (BPS, 2006). Walaupun, nilai ekpornya lebih tinggi, yaitu 85, 7 milyar US dollar (Rp. 771,3 trilyun), tetapi seharusnya gains negara ini akan lebih banyak didapat (meningkatkan nilai ekspor dan mengurangi nilai impor). Negara-negara yang mengekspor barang ke kita biasanya adalah Singapura (9,5 milyar US dollar), Amerika Serikat (3,9 milyar US dollar), Thailand (3,5 milyar US dollar), Australia (2,6 milyar US dollar) dan Malaysia (2,1 milyar US dollar). Sedangkan kalau kita lihat dari jenis barang yang diimpor, jenis barang terbesar yang diimpor adalah: bahan baku / penolong atau disebut juga raw material / auxiliary goods (44,8 milyar US dollar) dan barang konsumsi / consumer goods (4,6 milyar US dollar).

Apa yang sudah kita perbuat untuk bangsa ini. Karya apa yang sudah kita berikan bagi bangsa ini. Di Indonesia, para remaja (bahkan anak-anak) dengan bangga memamerkan handphone baru yang ia miliki, padahal itu adalah produk buatan bangsa lain (bahkan di China dan Jepang, anak SMA sudah bisa membuat handphone bahkan robot). Kita kadang dengan sombong (padahal kesombongan hanyalah milik ALLAH), memamerkan pakaian yang kita gunakan adalah pakaian yang bermerk, padahal ulah kita itu memberikan devisa yang sangat besar bagi negara lain, lantas buat negara kita? Ya… Hanya menguntungkan segelintir makelar importir saja, sedangkan bangsa dan negara ini tetap kere.

Maaf… Sekali lagi maaf… Kami mencintai negeri ini. kami sangat menjunjung tinggi negara ini. Atas alasan itulah, maka kami berani untuk mengkritisi ini semua. Mengkritisi beberapa aktivitas para cukong-cukong perantara, makelar, yang hanya mengambil keuntungan berlimpah, dengan memberikan keuntungan sesaat bagi negara ini. setelah itu, BOOM…, sektor perekonomian Indonesia akan hancur lebur tak bersisa. Karena fondasi ekonomi sektor real ini sudah rapuh, bahkan mungkin sudah tidak ada lagi di negara ini. Ditambah pula dengan program privatisasi BUMN, atau dijual ke pihak asing. Lantas, negara ini punya apa?

Kami hanya mencoba untuk menganalisis secara sederhana saja. Dan ini pun didapat dari masukkan beberapa dosen kami di kampus dimana kami belajar, bahwa negara ini, pemerintah ini, harus memulai men-trigger bangsa dan masyarakat Indonesia untuk merubah konsep entrepreneurship ke arah konsep teknopreneurship.

Teknopreneurship bisa diartikan sebagai kegiatan berwira usaha, berbasiskan teknologi. Sebenarnya arti yang lebih dalam disini adalah bukan melulu didefinisikan sebagai usaha jual beli teknologi (jual beli pulsa juga berarti disebut dengan teknopreneurship?), atau usaha di bidang teknologi, namun kami mengartikan lebih dalam dari itu, bahwa teknopreneurship adalah sebuah usaha (bisnis) dimana para pelakunya tidak melupakan aspek penguasaan teknologi penciptaannya (how to constract). Jika kita mau menjadi pengusaha sepatu, misalkan, berarti bukan hanya membeli sepatu dengan harga tertentu dan menjualnya lagi dengan gains tertentu, namun seharusnya, aspek “bagaimana”, “teknologi apa”, yang digunakan di dalam membuat sepatu tersebut pun ikut dipertimbangkan untuk dikuasai. Atau jika kita ingin menjadi pengusaha meubel atau furniture, misalnya, maka kita pun harus menguasai teknologi atau how to – nya dari pembuatan furniture tersebut.

Atau secara top down misalnya, pemerintah sudah mulai merangkul anak-anak SMA di bekasi tersebut, yang sudah memulai dengan ide pembuatan briket dari bahan baku sampah organik, atau membiayai dengan pinjaman mikro akan usaha pembuatan briket di Purwakarta, pemerintah yang membeli dan mencoba untuk memasarkannya. Lantas jangan pula mengambil ide, kemudian proses pembuatannya tetap diberikan kepada pengusaha besar. Beri kesempatan anak bangsa ini, walaupun lingkup mikro, untuk mengembangkan ide dan usahanya sendiri. Seperti kasusnya industri sepatu cibaduyut (Bandung), ketika pemerintah memberi pinjaman ke mereka untuk memproduksi sepatu, namun tidak ada saluran yang jelas, kemana mereka harus menjual hasil produksi. Akhirnya uang hasil pinjaman pemerintah digunakan oleh mereka untuk membuka toko sepatu (karena mereka harus mengembalikan pinjaman). Dan pada akhirnya, home industry di kawasan Cibaduyut hampir semuanya menjadi toko sepatu, alhasil adalah, harga sepatu mereka rusak, tidak ada yang konsentrasi lagi di bidang produksi dan… Bisa kita tebak, bahwa industri di sana seperti mati enggan, hidup pun tak mampu (Lien, 2008).

Seharusnya (ini hanya sedikit saran kecil saja…), ketika pemerintah memberikan pinjaman ke home industry di Cibaduyut tersebut, biarkan mereka berkreasi dengan pembuatan sepatunya, sedangkan pemerintah berperan di bidang marketing-nya. Karena, pemerintah memiliki kemampuan dan power yang mumpuni untuk melakukan pemasaran sepatu ini. Bahkan untuk pemasaran tingkat internasional (export oriented) sekali pun, pemerintah mampu. Atau minimal bantu mereka, para home industry, untuk memasarkan produknya ke pasar lokal, misal masuk ke hyper market. Jangan sampai, para pengusaha mikro ini, jika ingin masuk ke sejenis hyper market tersebut, mendapat perlakuan yang sama (atau bahkan lebih sulit karena syarat-syarat yang sangat berat) dengan perusahaan-perusahaan besar lainnya. Dimana, mereka harus listing terlebih dahulu dengan membayar sejumlah uang yang kadang menyulitkan mereka, para pengusaha kecil ini. Belum tentu pula, produk mereka yang di-listing diterima untuk diperjualbelikan di hyper market tersebut. Belum lagi, jika produk mereka diterima pun, mereka harus menunggu pembayaran 1 sampai 2 minggu, bahkan 1 sampai 2 bulan ke depan. Mereka memiliki uang untuk memutar usahanya dari mana? Tidakkah pemerintah memikirkan ini semua? Seharusnya pemerintah menjebatani permasalahan dasar ini (permasalahan ini terlihat sepele memang, namun kenyataannya, perusahaan-perusahaan yang tidak rontok pada krisis ekonomi Indonesia pada tahun 1998 lalu, kebanyakan adalah perusahaan-perusahaan mikro seperti ini), biarkan anak bangsa memiliki kesempatan yang lebih untuk berusaha dan berkreasi di negerinya sendiri, di bumi pertiwinya sendiri.

Secara hitung-hitungan matematika biasa pun, jika konsep teknopreneurship ini diterapkan di beberapa bidang kehidupan di negara ini, akan ada penyerapan tenaga kerja yang gila-gilaan besar jumlahnya. Apalagi jika pihak perusahaan, mau dan ingin meng-invest-kan beberapa puluh persen keuntungan untuk bagian R&D (Research and Development) nya, kami jamin, perekonomian tingkat real ini akan membawa bangsa ini dikagumi di dunia. Apalagi ditambah, jika kecintaan rakyatnya terhadap produk bangsa dan negara sendiri sudah tidak diragukan lagi.

Bahwa, akan tercipta keadaan dimana, cincau kaleng yang kita makan adalah buatan bangsa ini, Indonesia. Baju yang dipakai dan bermerek ini, adalah baju buatan nageri ini, Indonesia. Mobil yang kita gunakan, adalah mobil buatan bumi pertiwi ini, Indonesia (memang ketika isu mobil nasional, pada jaman orde baru diluncurkan, ada beberapa keganjilan dan kesulitan untuk diimplementasikan, namun seharusnya, semangat mobil nasionalnya tidak harus pupus juga). Bahkan, kita, negara ini, tidak harus mengimpor beras lagi, tidak mengimpor gula lagi, gandum lagi, terigu lagi, motor lagi, kita bisa membuatnya disini, di negara republik yang kita cintai ini, Indonesia. Terlebih-lebih, negara kita memiliki beberapa kelebihan yang diberikan oleh ALLAH sebagai kekuatan bersaing kita dibandingkan dengan negara lain (Comparative Advantages), di antaranya yaitu: iklim tropis, negara kepulauan dan negara maritim (Jamaran, 2007). Iklim tropis menyababkan negara ini sangat subur untuk ditumbuhi berbagai jenis tanaman tropis, seperti sayur mayur, buah-buahan dan tanaman hasil hutan lainnya. Lahan yang luas, menyebabkan kita memiliki kesempatan lebih untuk mengembangkan sektor-sektor yang dapat menguasai dunia, seperti sektor pertanian. Sedangkan maritim, menunjukkan bahwa bahari dan kelautan negara ini sangat mumpuni untuk digunakan dalam persaingan hasil laut, tinggal pengembangan teknologi hilirlah yang kita garap lebih intensif. Semua itu adalah modal bersaing dan bertahan negara kita, hanya kita harus ingat, itu semua adalah rahmat dari ALLAH yang harus selalu kita syukuri, dengan cara memaksimalkan itu semua bukan mencurinya, atau untuk keperluan pengisi perut sendiri saja. Ya ALLAH, tunjukilah kami…

NEGARA BESAR = NEGARA YANG MENGHARGAI JASA PARA PAHLAWAN
Oh iya… kami teringat satu hal, pada waktu kami berdiskusi dengan teman kami. Ketika menteri Ristek dan Teknologi negara ini dipimpin oleh Pak B.J. Habibie, negara ini bisa memproduksi pesawat terbang, dan itu sudah terjadi. Walau pun, akhirnya, sebenarnya kita tahu bahwa fundamental negara ini bukan di high-tech, bukanlah di pesawat, namun IPTN kan sudah berdiri? Seharusnya, tidak dibunuh begitu saja. Biarkan semangatnya dijaga. Toh sebenarnya, negara kita membutuhkan pesawat-pesawat terbang itu, seperti kita ketahui, negara Indonesia adalah negara kepulauan, negara Indonesia adalah negara kelautan, dan tentunya pesawat-pesawat pengangkut sangat dibutuhkan di dalam alam sejenis itu sebagai sebuah alternative alat transportasi. Namun apa yang terjadi, IPTN diberangus, IPTN sekarang tinggal kenangan, saran Pak Habibie waktu itu untuk agar supaya negara Indonesia tidak menutup IPTN tidak digubrisnya, bahkan sebagian pemuda dan masyarakat kita mengecam Pak Habibie, padahal beliau sangat disegani di Eropa (khususnya di Jerman), dan beberapa teori beliau mengenai pesawat terbang dipakai di beberapa perusahaan pesawat terbang di luar negeri. Kalau mau, bisa saja Pak Habibie pindah warga negara, tetapi itu semua tidak beliau lakukan, beliau tetap memilih negara ini sebagai Ibu Pertiwinya. Maaf, jangan sampai ALLAH mengecap bahwa, negara ini sudah miskin sombong pula… Naudzubillah min dzalik…

Nilai-nilai baik yang pernah disiratkan oleh para pemimpin kita terdahulu, Pak Soekarno dan Pak Soeharto, seperti semangat swasembada pangan, semangat memenuhi kebutuhan bangsa ini sendiri (bahkan Bung Karno menganut ideologi pembangunan “berdiri di atas kaki sendiri”, termasuk semangat menggantungkan cita-cita setinggi bintang untuk membawa rakyatnya menuju kehidupan sejahtera, adil makmur serta menentang untuk mengemis pada Barat dalam rangka membangun negeri ini dan haram hukumnya meminta-minta bantuan asing, bersentuhan dengan negara barat yang kaya, apalagi sampai meminta bantuan yang justru akan mencelakakan si negara miskin, Jun, 2008), dan semangat untuk menggairahkan sektor real (seperti pertanian dan perikanan), sebaiknya pun tetap dijaga dan dipelihara, bahkan seharusnya ditingkatkan. Karena, bagaimana pun, mereka-mereka ini pernah memimpin bangsa ini dan sedikit banyak mempengaruhi kehidupan bangsa ini, dan yang kita lupa (kadang), mereka semua kan sebenarnya saudara-saudara kita, se-islam dan se-iman? Jangan sampai mindset kita ikut-ikutan mindset orang lain, prinsip kita ikut-ikutan prinsip orang. Waktu orang itu memimpin kita sanjung, ketika orang itu jatuh kita memakinya, tanpa kita tahu, mengapa kita melakukan itu. Kalau kita tidak tahu, sebaiknya kita berdiam (silent is gold).


REFERENSI

[1] Al-Qur’an

[2] Al-Hadis

[3] Al-Wasithy, Abdur Rahman, Dokumen Rahasia Alam Kubur – Menguak Rahasia Negeri Persinggahan Menuju Negeri Keabadian, 2008, Az-Zahra – Mediatama

[4] Anonim, Definisi Entrepreneurship, 7 Maret 2008, www.mybusinessblogging.com

[5] Anonim, Statistik Indonesia 2005 / 2006, 2006, Badan Pusat Statistik, Jakarta – Indonesia

[6] Jamaran, Irawadi, Strategi Pembangunan Agroindustri, 2007, Teknologi Industri Pertanian – Institut Pertanian Bogor – Indonesia

[7] Jun, Wang Xiang, Misteri Terbunuhnya Soekarno, 2008, Pustaka Radja

[8] Lien, Herlina, Effective Pricing Strategy Development, 2008, Teknologi Industri Pertanian – Institut Pertanian Bogor – Indonesia