Jumat, 15 Mei 2009

Ber-IQRA-lah


Bismillah...

Pertama dan terutama, mari kita panjatkan puji dan syukur ke khadirat ILLAHI Rabbi. Bahwasanya pada hari ini, napas kita, degup jantung kita dan detak nadi kita, serta iman dan islam kita, masih bersemayam rapi di dalam lemari jiwa fana ini. Sholawat serta salam, semoga tercurah tanpa henti, mengucur deras tanpa jeda, mengalir lancar tanpa rintang, bagi junjungan dunia dan akhirat, Nabi besar Muhammad SAW, keluarga, sahabat, serta pengikut setianya, termasuk kita di dalamnya. Amin...

Saudaraku...

Saya sadar, ilmu yang ada di benak saya, hapalan beberapa ayat Qur'an yang saya miliki, ingatan akan hadis-hadis Rasul yang ada di kepala kopong ini, tidaklah menjadikan pantas saya untuk bertausiyah. Namun, mudah-mudahan, ada setetes embun kebaikan, ada nada harmoni kebenaran serta tutur nasihat indah, yang bisa keluar dari guratan pena busuk ini, bagi perbaikan kehidupan saya khususnya, dan kita semua pada umumnya, menuju sebuah hidup dan berkehidupan yang lebih benar, lebih bermakna dan lebih berperadaban Islam yang hakiki.... Amin ya Robbal'alamin...


Sahabatku...

Ada sebuah pertanyaan kecil yang selalu menggelayut lengket di kepala ini, ada sebuah pertanyaan sederhana yang selalu menempel rekat di hati dan pikiran ini, sebuah pertanyaan yang kadang membuat saya berpikir keras untuk menjawabnya, sebuah pertanyaan yang sampai detik ini, saya belum pernah dapat dan mampu untuk menjawabnya. Pertanyaan itu adalah, 'apa yang telah saya berikan untuk Islam?'

Saya pernah berhasil menjawabnya di suatu waktu, saya kegirangan, bahwa saya pernah mendapatkan sebuah jawaban atas pertanyaan ini, namun... namun akal ini sendiri yang membantahnya, 'ah bukan... bukan itu jawabannya... itu hanyalah sebuah jawaban bodoh, jawaban yang tidak bermakna sedikit pun', pikir saya waktu itu. 'saya kan sering bershodaqoh', jawab saya suatu hari. 'saya kan selalu berzakat', jawab saya suatu saat. Bahkan saya pernah katakan, 'saya kan selalu shalat dengan khusyuk, sering mengaji, walaupun memang bacaan ngajiku jauh dari kesempurnaan, sering tersenyum, bukankah senyum itu pun sebuah ibadah, sering menasihati orang' dan masih banyak lagi jawaban yang pernah saya ucapkan untuk sebuah pertanyaan kecil namun bermakna filosofi nan dalam itu. Namun sesaat berikut pula, saya membantahnya sendiri. 'Loh bukankah itu semua untuk saya? Bukankah itu semua saya lakukan karena saya menginginkan sebuah imbalan dari ALLAH, termasuk merupakan sebuah imbalan keridhoanNYA'. 'Lalu, mana yang saya berikan untuk islam? mana itu...? mana...?'. Darahku mendidih, batinku terguncang keras, nadiku berdegup cepat tak terkendali. 'Lantas, apa yang telah saya berikan untuk Islam?... Jawaban atas pertanyaan itu, tetap tidak bisa saya temukan....'


Sobat...

Kurang lebih 16 abad yang lalu, seperti yang telah kita ketahui bersama, ada sebuah kejadian yang sangat luar biasa... sebuah kejadian agung. Sebuah kejadian hebat, dahsyat nan akbar. Sebuah kejadian yang telah membawa alam ini menjadi terang benderang. Sebuah kejadian yang menjadikan peradaban jahiliyah, berubah menjadi sebuah peradaban yang luhur, sebuah peradaban tanpa cela dan tanpa hina sedikit pun. Apa kejadian itu? Kejadian itu adalah turunnya sebuah 'kata' sebagai perintah luhur yang tidak dapat dicerna oleh seorang pilihan ALLAH. Sebuah 'kata perintah' yang mampu mengguncangkan hati jiwa luruh dari seorang khataman nabiyin. Sebuah 'kata perintah' yang membuat menggigil sekujur tubuh Nabi ummi, nabi pilihan Zat Yang Maha Teliti, Muhammad SAW. 'Kata perintah' itu, tidak lain dan tidak bukan adalah “IQRA”.

Di suatu malam mencekam. Di saat orang-orang di atas hamparan tanah terlelap tidur, "Iqra', bacalah"! Seorang Ummi itu pun kemudian menjawab: "saya tidak bisa membaca". Tubuh Rasul waktu itu bergetar, napas tersengau, denyut nadi berdetak kencang dan keringat mengalir deras membasahi sekujur tubuh sucinya. Malaikat Jibril pun memeluk Muhammad, dengan sangat kuat, sehingga sekujur tubuhnya menggigil ketakutan. Selanjutnya Jibril kembali mengajukan perintah “Iqra, bacalah...”, kemudian tetap Muhammad menjawabnya dengan jawaban yang sama, “Saya tidak bisa membaca”. Sehingga Jibril kembali memeluknya, dan ini berulang sampai ketiga kalinya. Setelah malaikat Jibril melepaskan pelukannya yang ketiga kalinya itu, kemudian Jibril melanjutkan ayat Allah QS. al-`Alaq: 1-5.

Jika dikaji lebih dalam, kira-kira apa yang harus dibaca oleh Rasulullah, ketika Jibril memerintahkan untuk membaca? Apakah Al-Qur'an? Bukankah ini merupakan ayat pertama dari Al-Qur'an? Atau mungkin malaikat Jibril membawa sesuatu yang memang harus dibaca oleh Rasulullah waktu itu, sehingga Jibril memerintahkan beliau untuk membacanya?

Lalu pertanyaan lain pun muncul. Sehebat itu kah guncangan yang terjadi pada diri rasulullah waktu itu? Sebegitu ketakutannya kah rasulullah waktu itu, sampai-sampai badannya menggigil dan gemetar sangat dahsyat? Ketakutan terhadap jibril kah? Bukankah malaikat Jibril selalu diilustrasikan menjelma menjadi seorang yang sangat tampan, dan jauh dari keangkeran? Ketakutan karena tidak dapat membacakah Rasul? Lantas, atas dasar apa rasulullah sangat ketakutan dan gemeteran seperti itu?


Temanku...

Ternyata IQRA, adalah sebuah perintah yang tidaklah hanya mengandung arti harfiah sempit semata. Perintah ALLAH melalui kata IQRA, tidaklah harus dimaknai letterleks saja, dengan makna bulat tanpa pelebaran arti sedikit pun. Kata IQRA yang menggelegar dan membahana tersebut, haruslah dimaknai luas, haruslah diartikan sebagai kata perintah yang tidak sempit. IQRA haruslah diartikan sebagai arti yang luas dan bermakna filosofis. IQRA dapat diartikan sebagai membaca, melihat, mengamati, menganalisis, mengkaji dan mencoba untuk memahami nilai-nilai kesempurnaan dalam penciptaan Alam Semesta, dalam penciptaan Insan, dalam pengaturan jagat raya ini. Dengan begitu, manusia akan mengenal dirinya. Dan siapa pun yang mengenal dirinya, maka, Insya ALLAH, dia akan mengenal ALLAH Azza wa Jalla.

Sangat wajar, jika memang Rasulullah waktu itu menggigil ketakutan. Berpeluh deras di mukanya. Karena, Rasulullah telah mampu membaca, telah mampu ber-IQRA, tentang dirinya, lingkungan sekitarnya, yang waktu itu memang telah hancur dan jauh dari nilai-nilai moralitas, dan mampu ber-IQRA akan segala ciptaan ALLAH di hamparan luas jagat raya ini.

Terlalu sempit waktu yang harus kita gunakan, jika memang semangat IQRA, ini yang kita kerjakan. Terlalu kecil dan kerdil diri ini untuk dibanggakan atau disombongkan, jika memang azas yang dipakai dalam mengarungi berkehidupan ini adalah azas IQRA. Bahkan jika mindset ini, pola pikir dan pola tindak tubuh fana ini adalah berbasiskan IQRA, seharusnya kita pun menggigil, bergetar jiwanya, melihat hidup dan berkehidupan yang kita lakukan, yang ada pada sekitar lingkungan kita, ternyata telah hancur atau bahkan jauh dari kesempurnaan. Jargon 'tidak ada manusia yang sempurna', adalah sebuah tatanan kata yang telah berhasil dihembuskan oleh mereka, para musuh islam, ke dalam dada dan semangat kaum muslim, agar passing grade setiap tindakan kita, batas minimum usaha kita atau standar cita dan harapan kita, adalah sesuatu yang tidak sempurna.

Sekali-kali TIDAK! Jargon 'tidak ada manusia yang sempurna', adalah jargon yang melemahkan semangat kita, yang melemahkan etos kerja, usaha, semangat juang serta wawasan kebangsaan kita. Raw model kesempurnaan untuk seorang manusia, ukuran kesempurnaan seorang hamba ALLAH, tidak lain dan tidak bukan adalah Rasulullah. Ternyata ada manusia yang sempurna itu. Ternyata ada contoh nyata dari manusia sempurna itu. Seorang manusia yang multi tallent. Seorang hamba ALLAH yang setiap gerak dan derap langkahnya adalah ibadah. Seorang manusia yang setiap tutur katanya adalah nasihat. Seorang manusia yang setiap tindak – tanduknya adalah Al-Qur'an. Seorang manusia yang setiap hela napasnya dzikir, setiap jengkal pijakannya adalah mushola dan setiap kerlingan matanya adalah syukur. Seorang manusia yang sekaligus adalah seorang pemimpin, seorang contoh teladan bagi mereka yang ingin menjadi guru dan dosen teladan, seorang yang dapat dijadikan panutan bagi siapa saja yang ingin menjadi Bapak dan Kepala keluarga yang baik dan benar, seorang manusia yang dapat dijadikan contoh indah bagi mereka sebagai seorang pegawai beretos kerja tinggi, sebagai seorang karyawan yang bersemangat jihad Lillahita'ala, sebagai seorang teman, sahabat, pemimpin, murid sekaligus guru, anak, remaja, siapa pun itu. Seseorang yang sangat paripurna kesempurnaannya. Sekali lagi... ternyata ada manusia yang sempurna itu.

Sebuah kesalahan besar, bahwa kita mulai mencari-cari idola baru di dalam hidup dan berkehidupan kita. Jadikanlah beliau, Rasulullah SAW, sebagai idola di dalam bukan cuma hidup kita, namun berkehidupan kita di dunia ini..

Kawan...

Mari jadikan semangat IQRA adalah sebuah semangat teguh kita, semangat sejati kita, dalam mengarungi hidup dan berkehidupan di dunia fana ini, sehingga menggigilah, bergetarlah, raga dan jiwa ini, karena pemahaman hakiki dan benar akan berkehidupan ini, karena pemahaman bahwa kita tidak harus menjadi orang yang egois untuk ingin dan masuk surga sendiri, sebuah pemahaman bahwa menyontek adalah sebuah keniscayaan dan keboborokan mental para penuntut ilmu, sebuah pemahaman bahwa iklas dalam beramal merupakan sebuah selogan indah bermakna luas, sebuah pemahaman bahwa rokok adalah sebuah multi level kedzaliman, baik bagi diri sendiri, bagi lingkungan, saudara dan teman sekitar, sebuah pemahaman bahwa kita harus barmanfaat sebanyak-banyaknya bagi lingkungan sekitar, bukan malah merusak dan menghembuskan asap racun penghancur generasi, sebuah pemahaman bahwa dalam menjalani keseharian, mengarungi lautan kehirukpikukan kehidupan keras dunia, bolehlah kita merendahkan hati kita, serendah mungkin, sampai berada di dasar lautan terdalam, namun jangan menjadikan kita rendah diri dan lupa bahwa kita adalah sebuah bangsa yang besar dan berderajat tinggi.

Sahabat...

Demikianlah tausiyah tanpa nilai ini. Hanya itulah yang bisa saya sampaikan dari kefakiran ilmu yang dimiliki. Dan hanya itulah yang mampu saya curahkan di pagi hari ini. Semoga etos kerja kita, semangat menuntut ilmu kita, semangat berjihad kita selalu berlandaskan semangat Iqra. Semoga itu semua adalah jawaban atas pertanyaan 'apa yang telah saya berikan untuk islam?'. Terima kasih atas perhatian, mohon maaf atas segala kekurangan. Alhamdulillah...

Wassalam