Sabtu, 30 Agustus 2008

Renunganku… Tentang Ramadhan

Bissmillah…
Rasulullah pernah bersabda, "Kalau datang bulan Ramadhan, terbukalah pintu surga, tertutuplah pintu neraka, dan syaitan-syaitan terbelenggu" (HR Muslim). Bolehlah kita men-tadabburi (memahami) hadis tersebut secara harfiah. Dengan semangat bathin yang suci, kami pikir itu semua betul adanya. Hadis tersebut shahih (yaitu hadis yang sanadnya bersambung; para perawi hadisnya adalah orang-orang yang adil; para perowinya adalah orang yang al dlobith / cermat; terbebas dari kontroversi; dan tidak memiliki cacat.), tidak ada keraguan lagi sedikit pun. Untuk kita orang yang beriman, kita mengimani bahwa surga itu nyata, nereka itu pun nyata, bahkan musuh nyata kita kaum muslimin adalah syaitan (QS. Al-Baqarah: 168). Tentunya syaitan itu pun nyata. Men-tabadaburi hadis di atas secara bathin, membuat kita terbentengi akan hal-hal yang merusak ke-khusyuk-an kita dalam menjalankan ibadah puasa, ke-khusyuk-an kita dalam melakukan shalat tarawih, tilawatil dan tadabbur Qur’an, shadaqoh serta lain sebagainya. Bentengilah jiwa ini dari hal-hal yang merusak ibadah kita di dalam bulan penuh barokah ini, bulan dimana merupakan bukti sayang ALLAH kepada kita, umat pilihanNYA.

Boleh men-tadabburi secara bathin, boleh pula (kalau gitu…), men-tadabburi secara zhohir. Ketika bulan puasa (Ramadhan) digulirkan oleh ALLAH, orang-orang mulai berkopiah, perempuan mulai dengan seksama mencoba untuk menutupi auratnya dengan jilbab dan kerudung, masjid-masjid penuh sesak sesesak-sesaknya, alunan para pembaca Qur’an dari masjid dan surau terdengar menyejukkan hati, diskotik-diskotik dan tempat dugem mulai mengeluh karena peraturan pemerintah untuk menutupnya selama sebulan penuh, Miras dirazia, zakat-zakat mulai dipunguti, ditambah dengan kesadaran ber-zakat dan ber-shodaqoh yang sedang memuncah dan membumbung tinggi dari umat ini, serta lain sebagainya lain sebagainya. Secara fisik terlihat, bahwa kita semua dalam barokahnya ALLAH, dalam naungannya ALLAH, di dalam sebuah sistem yang indah, tatanan kehidupan islami yang murni, bersih dan suci.

Tidak mungkin salah lagi, bahwa pintu surga memang sedang terbuka lebar-lebar. Bahkan sistem dan keadaan itu pun mempersulit orang untuk berbuat kejahatan (bukankah ini berarti bisa dikatakan bahwa pintu neraka ditutup rapat-rapat?). Belum lagi, jangan coba-coba ada orang atau sekelompok orang bikin ribut dan keributan yang mengkoyak-koyak orang islam pada bulan ini, semua akan mengecamnya bahkan melaknatnya, bukankah ini berarti tidak akan ada syaitan yang berani memporak porandakan tatanan kehidupan islami yang hakiki ini (syaitan dibelenggu)?

Indah jelas, aman pasti, barokah jaminannya, surga hasilnya, jika memang keadaan ini dipertahankan untuk 11 bulan ke depan, selepas bulan Ramadhan ini. kami masih memiliki keyakinan yang mendalam, bahwa siapa pun pemimpin negara ini, siapa pun yang masuk ke dalam legislatif negara ini, siapa pun yang menduduki departemen-departemen pemerintahan, siapa pun itu, tidak akan bisa berbuat banyak, jika memang sistem dan tatanan kehidupan yang islami nan hakiki di bumi pertiwi ini tidak pernah ada dan terjaga.

Alhamdulillah…

Ditdit N. Utama

Senin, 04 Agustus 2008

INDONESIA = NEGARA KAYA RAYA

Tulisan ini kami kutip dari buku kami: Utama, Ditdit N., "Hitam Putihnya sebuah Fenomena", 2008, VIQRY Publishing - Bogor
Tidak bisa dipungkiri lagi, tidak mungkin bisa kita elakkan lagi, bahwa sebenarnya Indonesia adalah sebuah negara yang dikaruniai sangat dasyat oleh ALLAH sebagai negara yang indah, asri, dan kaya raya. Tumbuhan, hewan, tanah dan air Indonesia melimpahkan rezeki yang sangat berlimpah, mengeluarkan ribuan, bahkan jutaan sumber daya alami yang sangat luar biasa. Minyak bumi negara kita, Indonesia, merupakan minyak bumi terbanyak ke-7 di dunia. Batu bara Indonesia, merupakan batu bara yang diekspor terbanyak ke-2 di dunia. Emas Indonesia, merupakan emas terbanyak ketujuh di dunia.

Belum cukup? Anda tahu karet? Ya… Karet alam Indonesia merupakan karet alam terbanyak kedua di dunia (setelah Thailand). Anda suka makan coklat dan meminum kopi kan? Apakah anda tahu, bahwa Coklat dan kopi Indonesia merupakan coklat dan kopi terbanyak ketiga dan keempat di dunia? Bagaimana dengan kelapa Sawit (kelapa sawit adalah bahan baku minyak goreng, bisa juga dibuat biofuel)? Kelapa sawit Indonesia merupakan kelapa sawit yang terbanyak kedua yang diekspor ke dunia (setelah Malaysia). Kayu kita, jangan ditanya lagi, jumlah kayu Indonesia merupakan kayu terbanyak pertama (numero uno = nomor satu) di dunia.

Belum lagi, ikan laut Indonesia, merupakan ikan laut terbanyak keenam di dunia. Udang tambak Indonesia, merupakan udang terbanyak keempat di dunia. Apa lagi yang tidak kita miliki? ALLAH yang maha pemurah dan pemberi telah memberikan karunia yang sangat luar biasa kepada kita, namun bagaimana dengan rasa syukur kita? Apakah kita sudah mengoptimalkan apa yang kita miliki? Atau kita malah pergunakan itu semua sebagai ajang memperkaya pribadi dan mengisi perut pribadi saja sampai buncit? Naudzubillah min dzalik…

Terlalu banyak sudah teguran yang telah ALLAH berikan kepada kita. Sudah terlalu sering derita masyarakat Indonesia alami sebagai manifestasi sentilan ALLAH kepada bangsa ini. cukup sudah! Jangan pernah membangkang lagi! Jangan pernah kita menyombongkan diri lagi! Jangan pernah berdalih lagi! Jangan pernah lagi kita memikirkan hanya perut dan napsu kita melulu! Cukup sudah! Jangan pernah memancing amarah ALLAH yang sangat dahsyat itu… ALLAHUAKBAR.

Mulailah berpikir berbasiskan negara. Mulailah dengan berpikir berbasiskan masa dan masyarakat. Mulailah dengan berpikir dan bertindak untuk kemashlahatan orang banyak, rakyat ini, bangsa ini. Mungkin karena do’a-do’a dan rintih tangis mereka, orang-orang tua jompo, mungkin karena alunan ayat-ayat Qur’an yang dikumandangkan oleh mereka, para santri, di surau-surau reot di pedesaan, mungkin karena suara-suara rintihan dzikir yang mereka, rakyat yang kena bencana banjir lumpur lapindo di Sidoarjo, perdendangkan, atau mungkin juga karena tangis bayi kelaparan dan jeritan hati mereka, rakyat Indonesia yang hidup kekurangan dan kelaparan, yang masih menghalangi amarah ALLAH yang maha dahsyat untuk turun ke bumi pertiwi ini. Jangan sampai ya ALLAH…

Hai saudaraku… Hai para sahabatku… Hai para pemimpinku… cukup sudah ini semua! Cukup sudah ini semua! Kita harus memulai tatanan kehidupan baru. Kehidupan yang ALLAH rahmati dan ridhoi. Bersihkan kekotoran itu dari diri kita masing-masing. Kembalikan itu kepada yang berhak, kepada masyarakat kita, kepada negara dan bangsa ini. Bangsa ini sedang terpuruk dan sakit, padahal masih ada 10% dari penduduk ini yang memiliki uang lebih dari 1 Milyar rupiah. Masih ada orang Indonesia yang memiliki dan berteduh di dalam rumah-rumah elit. Masih ada pula orang Indonesia yang berkendara bagus di dalam keseharian mereka. Juga masih ada orang Indonesia yang memiliki kekayaan lebih dari 40 trilyun rupiah! Padahal negaranya sedang sakit. Bumi yang mereka injak sedang sekarat. Padahal pula itu semua semu di mata ALLAH. Kekayaan yang kita miliki tidak ada artinya di mata ALLAH. Ya ALLAH, sadarkanlah kami semua… “Sekiranya nilai dunia di sisi ALLAH sebanding dengan satu sayap nyamuk saja, tentulah ALLAH tidak akan memberikan kenikmatan dunia itu kepada seorang kafir pun, meski sekedar seteguk air minum” (HR. At-Tirmidzi).

Agama tidak pernah melarang kita untuk menjadi kaya, sama sekali tidak. Tidak ada satu ayat pun yang menghalangi umat Islam ini untuk memiliki harta berlimpah, namun, jika itu didapat dengan cara tidak etis (yang mengerikan bahwa kita merasa itu adalah etis, padahal jauh dari etis…), tidak bermoral, bahkan keji, kotor dan haram (mudah-mudahan hati kita semua terbuka), tunggulah azab ALLAH sangat pedih. Di samping itu, sebenarnya ada hak fakir dan miskin di dalam harta kita. Rasulullah bersabda, “Bukan dari golongan kami, orang yang tidur dalam keadaan kenyang sementara tetangganya kelaparan” (Al-hadis). Kalau definisi tetangga merupakan orang samping rumah kita saja, maka terbebaslah orang-orang yang hidup di lingkungan elit akan hadis ini. Hadis ini harus dicerna dengan cara lebih mendalam (bijak). Tetangga kita bukan hanya tetangga samping rumah kita saja, jika kita hidup di sebuah kompleks, seharusnya, yang namanya tetangga kita adalah termasuk mereka yang hidup di sekitar kompleks kita. Jika kita hidup di kota Jakarta, seharusnya, tetangga kita adalah semua orang di sekitar Jakarta. Jika kita hidup di daerah Jawa Barat, maka, seharusnya lagi, tetangga kita adalah semua orang yang tinggal di daerah lain di luar Jawa Barat. Jika kita hidup di pulau jawa, ya tentunya, tetangga kita adalah semua orang yang hidup di pulau-pulau lain di luar pulau jawa. Dan jika kita hidup di negeri ini, Indonesia, maka, pastinya, tetangga kita adalah seluruh negeri di dunia ini. Jadi pemahaman hadis di atas, jangan dipahami secara sempit.

Maka dari itu, sebenarnya, mereka yang hidup di daerah Tangerang, Bekasi, Bogor, Semarang, Purbolinggo, Jogjakarta, Lapindo, Bali, Papua, Malaysia, Singapura, Eropa, Afrika, Amerika, Ethiopia dan Kutub utara serta Kutub selatan, mereka adalah tetangga kita, dan jika mereka ber-Tuhan-kan ALLAH SWT dan ber-Rasul-kan Muhammad SAW, mereka itu adalah saudara kita. Islam berkonsepkan “Rahmatan Lil Alamin”.

Banyak sekali masalah yang sedang negeri ini hadapi. Tiga masalah besar yang melanda rakyat ini adalah masalah desintegrasi moral, kebodohan dan kemiskinan. Namun kami tidak akan membahas semua permasalah, bidang, yang sedang dihadapi negara ini. Mungkin tidak akan pernah cukup waktu untuk mengupas itu semua. Atau mungkin pula karena keterbatasan ilmu dan pengetahuan yang kami miliki. Kami hanya mengintip sedikit mengenai kebijakan-kebijakan, atau aksi-aksi yang dilakukan pemerintah negeri ini, pemerintahan Republik Indonesia ini, akan hal entrepreneurship dan teknopreneurship.


ENTREPRENEURSHIP
Ok, kita mulai membahas apa itu entrepreneurship. Kami analogikan seperti ini. Jika kita bisa membuat lemari, dengan biaya pembuatan (production cost) sebesar 1 juta rupiah, dan kita bisa menjualnya sebesar 1,2 juta rupiah, secara hitung-hitungan matematika, kita untung 200 ribu rupiah. Namun, jika kita bisa membeli lemari tersebut dari tempat lain, seharga 750 ribu rupiah, dan, sebut saja, kita jual lemari itu dengan harga 1 juta rupiah, maka kita untung 250 ribu rupiah. Apa lagi kita bisa menjual lebih murah, bisa-bisa para customer semua akan menyerbu jualan kita. Secara ekonomi, prinsip dagang yang kedua (membeli lemari dari tempat lain, kemudian menjualnya lagi), jauh lebih menguntungkan.

Kita lihat analogi kedua. Jika kita bisa membeli kulit sapi dari para penjagal sapi, kemudian kulit itu kita proses, lalu kemudian kita buat sepatu, sebut saja sepasang sepatu ongkos produksinya 30 ribu rupiah, dan kemudian kita bisa jual dengan harga 45 ribu rupiah, berarti per pasang sepatu kita bisa untung 15 ribu rupiah. Namun, jika kita membeli sepatu dari tempat lain, misalkan sebut saja kita impor dari negeri China, dengan harga 20 ribu rupiah, dan kita jual seharga 40 ribu rupiah, sekali lagi secara prinsip ekonomi, pedagang pasti akan memilih pilihan yang kedua, yaitu impor dari China, dan dijual dengan keuntungan yang lebih menggiurkan.

Kedua analogi di atas, adalah analogi yang dilakukan oleh para entrepreneur (pebisnis atau disebut juga pedagang). Konsep entrepreneur sah-sah saja diperkenalkan kepada masyarakat Indonesia. Sehingga diharapkan, rakyat Indonesia adalah rakyat yang berjiwa pebisnis tangguh. Bahkan entrepreneur ini di Jakarta ada sekolahnya. Dimana, para lulusan sekolah ini, diharapkan bertujuan tidak menjadi seorang pencari pekerjaan, tetapi bisa membuat pekerjaan sendiri. Bukan menjadi karyawan sebuah perusahaan, melainkan bisa membuat dan membuka lapangan pekerjaan bagi orang lain. Konsep yang sangat brilian, yang bisa mengangkat harkat dan martabat bangsa ini.

Konsep entrepreneurship (kewirausahaan) memiliki arti yang luas. Salah satunya, entrepreneur adalah seseorang yang memiliki kecakapan tinggi dalam melakukan perubahan, memiliki karakteristik yang hanya ditemukan sangat sedikit dalam sebuah populasi. Definisi lainnya adalah seseorang yang ingin bekerja untuk dirinya. Kata entrepreneur berasal dari kata Prancis, entreprendre, yang berarti berusaha. Dalam konteks bisnis, maksudnya adalah memulai sebuah bisnis. Kamus Merriam-Webster menggambarkan definisi entrepreneur sebagai seseorang yang mengorganisir, memenej, dan menanggung risiko sebuah bisnis atau usaha (www.quickmba.com, 2008, di dalam www.mybusinessblogging.com).

Namun, ini yang menjadi permasalahnnya, tidak semua sektor dan bidang bisa diselaraskan dengan konsep entrepreneurship ini. Tidak semua jenis usaha dapat di-encourage ke arah konsep entrepreneurship ini. Bahkan tidak semua jenis usaha dapat dipandang sebagai komoditi ekonomi, yang dengan hitung-hitungan ekonomi sederhana, dapat diterapkan konsep jual beli ini. konsep ekonomi kan sangat sederhana? Mendapatkan barang dengan harga yang seminimal mungkin, dan menjual dengan harga semaksimal mungkin, sehingga akan didapat profit atau keuntungan semaksimal mungkin.

Sekali lagi, tidak semua sektor dapat dirembesi konsep entrepreneurship ini. Ada beberapa sektor yang harus dijadikan roh kehidupan bangsa ini. Ada beberapa komoditas bangsa ini, yang harus dijadikan citra dan trade mark negara Indonesia ini. Sehingga tidak melulu dipandang sebagai kegiatan ekonomi semata, yang hanya menghasilkan jumlah profit yang besar dalam kurun waktu sesaat. Atau alangkah baiknya, jika konsep entrepreneurship ini kita geser sedikit ke konsep teknopreneurship.


TEKNOPRENEURSHIP
Bahkan ada anekdot yang menyatakan, “Apa sih yang bisa dibuat oleh bangsa Indonesia?” (Ups, maaf…). Tetapi, dengan lapang dada, harus kita akui. Hampir semua barang yang ada di pasaran negara ini adalah hasil impor. Sebut saja, minuman cincau di dalam kaleng (Malaysia), buah jeruk (China, Thailand), durian (Thailand, Malaysia), Boneka dan mainan anak (China), pesawat (USA), mobil dan motor (Jepang), barang-barang elektronik (China, Jepang, USA), baju (USA), sepatu (USA), handphone (Jerman, Swedia, China), furniture (China), kaos kaki (China), peniti (China), karet gelang (Thailand), beras (Thailand), gandum sebagai bahan baku mie, roti dan kue (Amerika) dan masih ada ribuan merek dan produk yang kita pakai dan kita gunakan sebenarnya adalah barang impor. Bahkan batik, wayang, tempe dan kesenian reog sendiri pun, di-claim (atau minimal dicoba untuk diakui) sebagai hasil karya bangsa lain. ALLAHUAKBAR…

Menurut data, nilai impor Indonesia pada tahun 2005 mencapai 57,7 milyar US dollar, atau sama dengan Rp 519,3 trilyun (BPS, 2006). Walaupun, nilai ekpornya lebih tinggi, yaitu 85, 7 milyar US dollar (Rp. 771,3 trilyun), tetapi seharusnya gains negara ini akan lebih banyak didapat (meningkatkan nilai ekspor dan mengurangi nilai impor). Negara-negara yang mengekspor barang ke kita biasanya adalah Singapura (9,5 milyar US dollar), Amerika Serikat (3,9 milyar US dollar), Thailand (3,5 milyar US dollar), Australia (2,6 milyar US dollar) dan Malaysia (2,1 milyar US dollar). Sedangkan kalau kita lihat dari jenis barang yang diimpor, jenis barang terbesar yang diimpor adalah: bahan baku / penolong atau disebut juga raw material / auxiliary goods (44,8 milyar US dollar) dan barang konsumsi / consumer goods (4,6 milyar US dollar).

Apa yang sudah kita perbuat untuk bangsa ini. Karya apa yang sudah kita berikan bagi bangsa ini. Di Indonesia, para remaja (bahkan anak-anak) dengan bangga memamerkan handphone baru yang ia miliki, padahal itu adalah produk buatan bangsa lain (bahkan di China dan Jepang, anak SMA sudah bisa membuat handphone bahkan robot). Kita kadang dengan sombong (padahal kesombongan hanyalah milik ALLAH), memamerkan pakaian yang kita gunakan adalah pakaian yang bermerk, padahal ulah kita itu memberikan devisa yang sangat besar bagi negara lain, lantas buat negara kita? Ya… Hanya menguntungkan segelintir makelar importir saja, sedangkan bangsa dan negara ini tetap kere.

Maaf… Sekali lagi maaf… Kami mencintai negeri ini. kami sangat menjunjung tinggi negara ini. Atas alasan itulah, maka kami berani untuk mengkritisi ini semua. Mengkritisi beberapa aktivitas para cukong-cukong perantara, makelar, yang hanya mengambil keuntungan berlimpah, dengan memberikan keuntungan sesaat bagi negara ini. setelah itu, BOOM…, sektor perekonomian Indonesia akan hancur lebur tak bersisa. Karena fondasi ekonomi sektor real ini sudah rapuh, bahkan mungkin sudah tidak ada lagi di negara ini. Ditambah pula dengan program privatisasi BUMN, atau dijual ke pihak asing. Lantas, negara ini punya apa?

Kami hanya mencoba untuk menganalisis secara sederhana saja. Dan ini pun didapat dari masukkan beberapa dosen kami di kampus dimana kami belajar, bahwa negara ini, pemerintah ini, harus memulai men-trigger bangsa dan masyarakat Indonesia untuk merubah konsep entrepreneurship ke arah konsep teknopreneurship.

Teknopreneurship bisa diartikan sebagai kegiatan berwira usaha, berbasiskan teknologi. Sebenarnya arti yang lebih dalam disini adalah bukan melulu didefinisikan sebagai usaha jual beli teknologi (jual beli pulsa juga berarti disebut dengan teknopreneurship?), atau usaha di bidang teknologi, namun kami mengartikan lebih dalam dari itu, bahwa teknopreneurship adalah sebuah usaha (bisnis) dimana para pelakunya tidak melupakan aspek penguasaan teknologi penciptaannya (how to constract). Jika kita mau menjadi pengusaha sepatu, misalkan, berarti bukan hanya membeli sepatu dengan harga tertentu dan menjualnya lagi dengan gains tertentu, namun seharusnya, aspek “bagaimana”, “teknologi apa”, yang digunakan di dalam membuat sepatu tersebut pun ikut dipertimbangkan untuk dikuasai. Atau jika kita ingin menjadi pengusaha meubel atau furniture, misalnya, maka kita pun harus menguasai teknologi atau how to – nya dari pembuatan furniture tersebut.

Atau secara top down misalnya, pemerintah sudah mulai merangkul anak-anak SMA di bekasi tersebut, yang sudah memulai dengan ide pembuatan briket dari bahan baku sampah organik, atau membiayai dengan pinjaman mikro akan usaha pembuatan briket di Purwakarta, pemerintah yang membeli dan mencoba untuk memasarkannya. Lantas jangan pula mengambil ide, kemudian proses pembuatannya tetap diberikan kepada pengusaha besar. Beri kesempatan anak bangsa ini, walaupun lingkup mikro, untuk mengembangkan ide dan usahanya sendiri. Seperti kasusnya industri sepatu cibaduyut (Bandung), ketika pemerintah memberi pinjaman ke mereka untuk memproduksi sepatu, namun tidak ada saluran yang jelas, kemana mereka harus menjual hasil produksi. Akhirnya uang hasil pinjaman pemerintah digunakan oleh mereka untuk membuka toko sepatu (karena mereka harus mengembalikan pinjaman). Dan pada akhirnya, home industry di kawasan Cibaduyut hampir semuanya menjadi toko sepatu, alhasil adalah, harga sepatu mereka rusak, tidak ada yang konsentrasi lagi di bidang produksi dan… Bisa kita tebak, bahwa industri di sana seperti mati enggan, hidup pun tak mampu (Lien, 2008).

Seharusnya (ini hanya sedikit saran kecil saja…), ketika pemerintah memberikan pinjaman ke home industry di Cibaduyut tersebut, biarkan mereka berkreasi dengan pembuatan sepatunya, sedangkan pemerintah berperan di bidang marketing-nya. Karena, pemerintah memiliki kemampuan dan power yang mumpuni untuk melakukan pemasaran sepatu ini. Bahkan untuk pemasaran tingkat internasional (export oriented) sekali pun, pemerintah mampu. Atau minimal bantu mereka, para home industry, untuk memasarkan produknya ke pasar lokal, misal masuk ke hyper market. Jangan sampai, para pengusaha mikro ini, jika ingin masuk ke sejenis hyper market tersebut, mendapat perlakuan yang sama (atau bahkan lebih sulit karena syarat-syarat yang sangat berat) dengan perusahaan-perusahaan besar lainnya. Dimana, mereka harus listing terlebih dahulu dengan membayar sejumlah uang yang kadang menyulitkan mereka, para pengusaha kecil ini. Belum tentu pula, produk mereka yang di-listing diterima untuk diperjualbelikan di hyper market tersebut. Belum lagi, jika produk mereka diterima pun, mereka harus menunggu pembayaran 1 sampai 2 minggu, bahkan 1 sampai 2 bulan ke depan. Mereka memiliki uang untuk memutar usahanya dari mana? Tidakkah pemerintah memikirkan ini semua? Seharusnya pemerintah menjebatani permasalahan dasar ini (permasalahan ini terlihat sepele memang, namun kenyataannya, perusahaan-perusahaan yang tidak rontok pada krisis ekonomi Indonesia pada tahun 1998 lalu, kebanyakan adalah perusahaan-perusahaan mikro seperti ini), biarkan anak bangsa memiliki kesempatan yang lebih untuk berusaha dan berkreasi di negerinya sendiri, di bumi pertiwinya sendiri.

Secara hitung-hitungan matematika biasa pun, jika konsep teknopreneurship ini diterapkan di beberapa bidang kehidupan di negara ini, akan ada penyerapan tenaga kerja yang gila-gilaan besar jumlahnya. Apalagi jika pihak perusahaan, mau dan ingin meng-invest-kan beberapa puluh persen keuntungan untuk bagian R&D (Research and Development) nya, kami jamin, perekonomian tingkat real ini akan membawa bangsa ini dikagumi di dunia. Apalagi ditambah, jika kecintaan rakyatnya terhadap produk bangsa dan negara sendiri sudah tidak diragukan lagi.

Bahwa, akan tercipta keadaan dimana, cincau kaleng yang kita makan adalah buatan bangsa ini, Indonesia. Baju yang dipakai dan bermerek ini, adalah baju buatan nageri ini, Indonesia. Mobil yang kita gunakan, adalah mobil buatan bumi pertiwi ini, Indonesia (memang ketika isu mobil nasional, pada jaman orde baru diluncurkan, ada beberapa keganjilan dan kesulitan untuk diimplementasikan, namun seharusnya, semangat mobil nasionalnya tidak harus pupus juga). Bahkan, kita, negara ini, tidak harus mengimpor beras lagi, tidak mengimpor gula lagi, gandum lagi, terigu lagi, motor lagi, kita bisa membuatnya disini, di negara republik yang kita cintai ini, Indonesia. Terlebih-lebih, negara kita memiliki beberapa kelebihan yang diberikan oleh ALLAH sebagai kekuatan bersaing kita dibandingkan dengan negara lain (Comparative Advantages), di antaranya yaitu: iklim tropis, negara kepulauan dan negara maritim (Jamaran, 2007). Iklim tropis menyababkan negara ini sangat subur untuk ditumbuhi berbagai jenis tanaman tropis, seperti sayur mayur, buah-buahan dan tanaman hasil hutan lainnya. Lahan yang luas, menyebabkan kita memiliki kesempatan lebih untuk mengembangkan sektor-sektor yang dapat menguasai dunia, seperti sektor pertanian. Sedangkan maritim, menunjukkan bahwa bahari dan kelautan negara ini sangat mumpuni untuk digunakan dalam persaingan hasil laut, tinggal pengembangan teknologi hilirlah yang kita garap lebih intensif. Semua itu adalah modal bersaing dan bertahan negara kita, hanya kita harus ingat, itu semua adalah rahmat dari ALLAH yang harus selalu kita syukuri, dengan cara memaksimalkan itu semua bukan mencurinya, atau untuk keperluan pengisi perut sendiri saja. Ya ALLAH, tunjukilah kami…

NEGARA BESAR = NEGARA YANG MENGHARGAI JASA PARA PAHLAWAN
Oh iya… kami teringat satu hal, pada waktu kami berdiskusi dengan teman kami. Ketika menteri Ristek dan Teknologi negara ini dipimpin oleh Pak B.J. Habibie, negara ini bisa memproduksi pesawat terbang, dan itu sudah terjadi. Walau pun, akhirnya, sebenarnya kita tahu bahwa fundamental negara ini bukan di high-tech, bukanlah di pesawat, namun IPTN kan sudah berdiri? Seharusnya, tidak dibunuh begitu saja. Biarkan semangatnya dijaga. Toh sebenarnya, negara kita membutuhkan pesawat-pesawat terbang itu, seperti kita ketahui, negara Indonesia adalah negara kepulauan, negara Indonesia adalah negara kelautan, dan tentunya pesawat-pesawat pengangkut sangat dibutuhkan di dalam alam sejenis itu sebagai sebuah alternative alat transportasi. Namun apa yang terjadi, IPTN diberangus, IPTN sekarang tinggal kenangan, saran Pak Habibie waktu itu untuk agar supaya negara Indonesia tidak menutup IPTN tidak digubrisnya, bahkan sebagian pemuda dan masyarakat kita mengecam Pak Habibie, padahal beliau sangat disegani di Eropa (khususnya di Jerman), dan beberapa teori beliau mengenai pesawat terbang dipakai di beberapa perusahaan pesawat terbang di luar negeri. Kalau mau, bisa saja Pak Habibie pindah warga negara, tetapi itu semua tidak beliau lakukan, beliau tetap memilih negara ini sebagai Ibu Pertiwinya. Maaf, jangan sampai ALLAH mengecap bahwa, negara ini sudah miskin sombong pula… Naudzubillah min dzalik…

Nilai-nilai baik yang pernah disiratkan oleh para pemimpin kita terdahulu, Pak Soekarno dan Pak Soeharto, seperti semangat swasembada pangan, semangat memenuhi kebutuhan bangsa ini sendiri (bahkan Bung Karno menganut ideologi pembangunan “berdiri di atas kaki sendiri”, termasuk semangat menggantungkan cita-cita setinggi bintang untuk membawa rakyatnya menuju kehidupan sejahtera, adil makmur serta menentang untuk mengemis pada Barat dalam rangka membangun negeri ini dan haram hukumnya meminta-minta bantuan asing, bersentuhan dengan negara barat yang kaya, apalagi sampai meminta bantuan yang justru akan mencelakakan si negara miskin, Jun, 2008), dan semangat untuk menggairahkan sektor real (seperti pertanian dan perikanan), sebaiknya pun tetap dijaga dan dipelihara, bahkan seharusnya ditingkatkan. Karena, bagaimana pun, mereka-mereka ini pernah memimpin bangsa ini dan sedikit banyak mempengaruhi kehidupan bangsa ini, dan yang kita lupa (kadang), mereka semua kan sebenarnya saudara-saudara kita, se-islam dan se-iman? Jangan sampai mindset kita ikut-ikutan mindset orang lain, prinsip kita ikut-ikutan prinsip orang. Waktu orang itu memimpin kita sanjung, ketika orang itu jatuh kita memakinya, tanpa kita tahu, mengapa kita melakukan itu. Kalau kita tidak tahu, sebaiknya kita berdiam (silent is gold).


REFERENSI

[1] Al-Qur’an

[2] Al-Hadis

[3] Al-Wasithy, Abdur Rahman, Dokumen Rahasia Alam Kubur – Menguak Rahasia Negeri Persinggahan Menuju Negeri Keabadian, 2008, Az-Zahra – Mediatama

[4] Anonim, Definisi Entrepreneurship, 7 Maret 2008, www.mybusinessblogging.com

[5] Anonim, Statistik Indonesia 2005 / 2006, 2006, Badan Pusat Statistik, Jakarta – Indonesia

[6] Jamaran, Irawadi, Strategi Pembangunan Agroindustri, 2007, Teknologi Industri Pertanian – Institut Pertanian Bogor – Indonesia

[7] Jun, Wang Xiang, Misteri Terbunuhnya Soekarno, 2008, Pustaka Radja

[8] Lien, Herlina, Effective Pricing Strategy Development, 2008, Teknologi Industri Pertanian – Institut Pertanian Bogor – Indonesia