Kamis, 11 Desember 2008

Renunganku... Tentang Langkah Malam Hari

Bismillah...
"Demi matahari dan cahayanya di pagi hari. Dan bulan apabila mengiringinya. Dan siang apabila menampakkannya. Dan malam apabila menutupinya. Dan langit serta pembinaannya. Dan bumi serta penghamparannya. Dan jiwa serta penyempurnaannya (ciptaannya)" (Asy-Syams: 1-7).

Kutelusuri pinggir jalan raya kota ini, kota harapan nan penuh kenangan. Kujejaki tapak trotoar yang tertata tidak rapih, menunjukkan pemerintah daerah ini tidak peduli akan kerapihan kotanya. Kuhirup udara dini hari ini, dingin, basah, meraksuk sukma, menusuk tulang dan nadi. kupandangi 3 anak kecil berpadu padan dalam mimpinya, beralaskan koran robek, di atas dipan papan kayu bekas meja penjual nasi uduk, mencerminkan kegetiran hati, akan makna tanggung jawab yang hampir nol besar dari para pemimpin bangsa ini.

Kududuk di teras sebuah toko yang telah tutup, kupandangi jam tangan yang melingkar pada pergelangan tangan ini. Jarum jam menunjukkan pukul dua dini hari. Waktu dimana seharusnya badan lemah ini terbaring di atas tempat istirahat sebagai upaya mempersiapkan berkehidupan esok hari. Waktu dimana orang-orang negeri ini sedang terangan dibuai mimpi indah nan hijau. Kutengadahkan kepala, satu, dua, tiga bintang yang nampak. Langit malam terlihat hitam pekat, walaupun sinar bulan purnama membiaskan mendung awan hitam, yang menunjukkan tanggal 14 pertengahan bulan Djulhijah tahun ini, tidaklah bermakna akan kegelapan kota ini.

Perutku terasa perih, namun tidak seperih dan sepanjang yang dirasakan para janda tua yang tengah pulas tertidur pada gumpalan kain sarung robek tak bernada. Aku hanya bersyukur, ALLAH masih memberikan aku rasa, untuk merasakan penderitaan. Lapar yang kurasa bukanlah sesuatu yang bernilai. Ini hanyalah sebuah sanggahan akan kekuatan yang kadang teragungkan oleh diri tak sempurna ini.

Malam ini kepalaku penuh sesak. Pikiranku melayang tak karuan. Penat tak terperi. Kuberanjak dari dudukku. Kuayunkan lagi kaki ini, menelusuri trotoar jalan yang hampir sepi tak berpenghuni. Entah sampai kapan langkah ini akan terus menapaki, mungkin sampai kaki ini berhenti mengayunkan langkah tak pasti, karena ALLAH berkehendak...

Alhamdulillah...

Senin, 08 Desember 2008

Renunganku… Tentang Kurban

Bissmillah…
Barang siapa yang mempunyai kelapangan, namun tidak berkurban, maka janganlah sekali-kali mendekati tempat shalat kami” (HR. Ahmad dan Ibn Majah)

Ketika ALLAH memerintahkan Nabi Ibrahim untuk menyembelih putranya, Ismail, ada pergulatan bathin yang teramat dalam di sanubari seorang Ibrahim. Ada sebuah peperangan aras filosofi dan mind set yang terjadi di dalam otak beliau. Sebagai Nabi dan sekaligus orang biasa, beliau mengalami hal yang sangat luar biasa rumit, sangat luar biasa membuat otaknya berpikir keras. Otak kita tidak akan sanggup untuk mengukur makna logis dari perintah “Menyembelih putranya sendiri”. Otak kita tidak akan mungkin bisa sampai memikirkan makna eksplisit yang tersirat dari perintah “memotong leher anaknya sendiri”.

Aku pun lantas merenung. Bukan… Bukan merenungi “Bagaimana jika perintah itu terjadi padaku”, bukan… bukan itu. aku merenungi satu hal, jika saja keimanan Nabi Ibrahim pada waktu itu, tidak sampai kepada tingkat tertinggi, mungkin perintah Kurban tidak akan pernah sampai kepada kita.

Kurban merupakan level nilai keikhlasan kita terhadap ALLAH. Yang mana merupakan feed back positif terhadap nilai keikhlasan ALLAH terhadap kita. ALLAH ikhlas kita menjadi mahasiswa atau mahasiswi, ALLAH ikhlas menjadikan kita seorang pegawai professional, ALLAH ikhlas menjadikan kita seorang dosen, ALLAH ikhlas menjadikan kita sehat wal afiat, ALLAH ikhlas menjadikan kita seorang bapak atau ibu, untuk anak-anak mungil kita, ALLAH ikhlas memberikan kita Hape merek terbaru, mobil keluaran teranyar, motor tertrendi dan masih ada jutaan keikhlasan ALLAH yang lain yang telah kita rasakan untuk kita nikmati. Namun, ALLAH hanya menuntut sebuah keikhlasan kecil untuk kita dapat dan mau menyembelih hewan kurban yang secara nilai material tidak sebanding dengan harga sebuah Hape, Laptop atau bahkan makan sehari-hari kita. Ikhlaskanlah itu, sebagai bukti implementasi rasa syukur kita kepada ALLAH azza wa jalla. Jika persyaratan kurban, hanya berlaku bagi orang yang mampu (memiliki kelapangan), maka jika kita analisis sedikit, melihat fakta-fakta di atas, aku pikir, setiap kita (minimal yang membaca artikel ini) mampu untuk berkurban.

Kurban adalah merupakan usaha kita menyembelih sifat-sifat kebinatangan (hewaniah) yang ada pada diri kita. Lapar, haus, ketamakan, egoisme yang berlebihan, mau menang sendiri, rakus akan harta dan jabatan, sombong, angkuh, kikir, takabur, dan masih ada jutaan lagi sifat kebinatangan yang ada pada hati dan otak kita, bahkan telah tercermin pada implementasi kehidupan keseharian kita. ALLAHUAKBAR. Apakah nilai-nilai indah keikhlasan ALLAH kepada kita, harus dibalas dengan nilai-nilai buruk kebinatangan kita? Sembelihlah itu, hilangkan itu dari tubuh dan diri kita. Sembelihlah kebinatangan itu, sehingga kita akan menjadi orang yang ditulis oleh ALLAH sebagai orang yang bersyukur.

Kurban berarti pemerataan perekonomian rakyat. Ketika kurban, pemerataan perekonomian diharapkan akan terjadi. Ada trilyunan rupiah yang akan berputar di level perekonomian rakyat selama tiga hari yang dijadikan hari kurban. Para peternak, para intermediary (distributor dan marketingnya), pada retailer-nya, para pengelola hewan kurban, para penyembelih hewan kurban, parusahan pengalengan hewaan kurban, perusahaan penyamakan kulit, Jika saja pemerintah negara ini sedikit mau bijak dalam menggunakan moment hari kurban ini, harusnya mereka membiarkan perputaran ratusa trilyun pada 3 hari ini terjadi di level pasar tradisional dan para pelaku pasar tradisional, berikan sedikit intervensi pada perusahaan raksasa untuk tidak me-monopoli proses pasar yang terjadi sesaat. Insya ALLAH, efek 3 hari berkurban akan menjadi momen kebangkitan bangsa Indonesia.

Semoga, tiga hari ini bisa dijadikan olehku, anda, kita semua menjadi hari yang agung, sebagai bukti keikhlasan kita terhadap ALLAH, bukti penyembelihan sifat kehewanan dan kebinatangan serta sebagai bukti sokongan kita terhadap kebangkitan perekonomian rakyat yang islami dan jauh dari riba. Amin…

Alhamdulillah…

Selasa, 02 Desember 2008

Renunganku… Tentang “Kampus Mereka” (Mereka?)

Bissmillah…
Intro: Ini bukan cerita mengenai kampusku, bukan pula cerita mengenai kampusmu, namun merupakan sebuah cerita mengenai kampus mereka (mereka?).

Hatiku bersedih, namun aku harus tetap tegar menghadapi tantangan ini. Air mataku berlinang, namun harus terus kuseka, sehingga tidak menghalangi pandanganku di dalam melihat putihnya perjuangan ini. Tubuhku bergetar, bukan… bukan karena penyakit parkinson, namun karena aku membayangkan keadaan sebuah kampus yang carut-marut. Sungguh luar biasa. Bukan kampusku, bukan pula kampusmu, tetapi ini semua tentang kampus mereka, yang ada di negeri tercinta ini, Indonesia.

Aku pikir kampus adalah tempatnya para kaum intelektual, kaum yang memiliki wawasan positif dan berhati mulia. Aku pikir kampus adalah tempat untuk dijadikan contoh sebuah beradaban Islam yang agung. Aku bahkan sempat membayangkan, kampus adalah manifestasi, bahwa islam bukanlah sebuah aktivitas ibadah ritual semata, namun merupakan sebuah tatanan peradaban dan berkehidupan umat pilihan ALLAH SWT. Namun, pandanganku akan kampus adalah salah. Pandanganku akan institusi pendidikan sebagai pencetak generasi penerus dan pemimpin bangsa di masa yang akan datang ini, 100% salah adanya.

Aku melihat kampus tempat yang asri di pagi hari, karena para staff cleaning service-nya bahu-membahu membersihkan setiap jengkal pekarangan kampus dari sampah dan kotoran tangan-tangan jahil yang membuatnya. Aku melihat kampus adalah sebuah bangunan mentereng dengan infrastruktur dan gedung yang menyamankan mata dan penglihatan. Aku pun melihat para mahasiswanya, para mahasiswinya, berdandan necis, bergaya masa kini, terlihat tampan dan cantik mempesona.

Namun keadaan itu seratus delapan puluh derajat berbalik haluan. Jalan-jalan dan taman-taman yang indah dan bersih di pagi hari, berubah menjadi semrawut dan kumuh di siang dan sore hari, karena sampah yang berserakan dimana-mana, padahal tong sampah terlihat masih kosong melompong. Padahal pula, sebuah pribahasa mengatakan, an-nazhaafatu minal iimaan, kebersihan adalah sebagian dari iman. Bahkan di dalam Al-Qur’an telah tersuratkan dengan jelas “Sesungguhnya ALLAH menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri” (QS. Al-Baqarah [2]: 222). Begitu juga di dalam sebuah hadis, Rasulullah yang mulia telah menyatakan jauh-jauh hari, bahwa, ”Sesungguhnya ALLAH Ta’ala adalah baik dan mencintai kebaikan, bersih dan mencintai kebersihan, mulia dan mencintai kemuliaan, dermawan dan mencintai kedermawanan. Maka bersihkanlah halaman rumahmu dan janganlah kamu menyerupai orang Yahudi” (HR. Tirmidzi).

Mahasiswa dan mahasiswi (termasuk dosennya juga) yang nampak tampan dan cantik, pun, ternyata menyiratkan keraguan akan masa depan bangsa ini, menyiratkan kekhawatiran yang sangat luar biasa akan kelanggengan bangsa ini. Mereka, walaupun tidak semuanya…, banyak yang menghisap batang “laknat” (baca: rokok) tanpa rasa berdosa dimana-mana, bahkan di lingkungan kampus yang di sampingnya tertulis larangan merokok (lihat NB dalil tentang rokok di bawah). Mereka lupa, atau tidak tahu (atau bahkan pura-pura tidak tahu), bahwa rokok bukan semata gaya hidup, rokok bukan semata life style, lebih dari itu, rokok adalah ancaman kesehatan, rokok adalah ancaman disintegrasi moral, rokok pun adalah ancaman pembunuhan karakter muslim, ancaman politik, ancaman ideologi, bahkan lebih ekstrim lagi, rokok merupakan sebuah ancaman kehidupan dan berkehidupan berbangsa, bernegara dan beragama.

Mungkin pula karena asap dan racun rokok (selain racun dogma sekuler) ini yang telah meraksuk pembuluh nadi dan otak para mahasiswa, mereka pun lagi-lagi berulah, mereka melegalkan aktivitas yang bernama “menyontek”, mereka telah membudidayakan budaya yang bernama “menyontek”, dengan alasan yang sangat kerdil, yaitu karena alasan nilai kelulusan untuk setiap matakuliah yang mereka ambil (lihat NB dalil tentang menyontek di bawah). Padahal tujuan kuliah bukanlah sekedar nilai, kelulusan atau pun dapat mencari kerja dengan mudah, namun harus lebih dari itu. Seharusnya kita kuliah dalam rangka beribadah, implementasi rasa syukur kepada ALLAH dan tentu mencari keridoan-NYA sebagai tujuan dari segala tujuan kehidupan fana nan sekejap ini. Padalah pula, tidak akan pernah ada sebuah keberhasilan yang dilakukan dari hasil sebuah kecurangan, apalagi kecurangan tersebut sudah menjadi budaya. Yang ada hanyalah sebuah Multi Level Dosa, dosa yang terus melekat sepanjang hayat, karena “menyontek” merupakan sebuah “korupsi persepsi” akan sebuah barometer keberhasilan dari seorang guru atau dosen yang memberikan grade kelulusan sebagai sebuah result dari proses belajar mengajar di sebuah institusi pendidikan. Mungkin dan bisa jadi, praktek “menyontek” merupakan darah dan daging yang haram, yang menjadikan budaya “korupsi” negeri ini semakin merajalela.

Di sisi lain pun sama, di balik gedung kampus yang megah dan mentereng, aroma praktek kolusi, korupsi, kecurangan dan menghalalkan berbagai macam cara, baik yang dilakukan oleh para dosen, mahasiswa/i dan karyawanya, tercium sangat santer oleh hidung ini. Manipulasi angka, praktek ABS (Asal Bapak Senang) dan implementasi loyalitas yang salah, merupakan sebuah ciri yang khas dari sebuah praktek pendidikan di sebuah kampus negeri ini.

Bagaimana bangsa ini bisa keluar dari permasalahan besar, bagaimana bangsa ini bisa menata tatanan kehidupan yang islami, sedangkan sistem kecil saja, yang seharusnya menjadi tolok ukur keberhasilan pun keruh dan tidak indah. Bahkan seperti menantang ALLAH untuk memuntahkan amarahNYA saja. Naudzubillah min dzalik

Apakah ini adalah gambaran kampusku? ataukah ini merupakan gambaran kampusmu? Bukan (harapanku)… Ini bukan cerita mengenai kampusku, bukan pula cerita mengenai gambaran kampusmu, ini merupakan cerita, sebuah renungan, mengenai gambaran kampus mereka (mereka?).

Alhamdulillah…

NB:
Dalil tentang rokok
Dan Janganlah kalian menjerumuskan diri kalian dengan tangan kalian sendiri ke dalam jurang kerusakan “ (QS. Al Baqarah [2]: 195)

Dan Janganlah kalian membunuh diri kalian sendiri ..” (QS. An Nisa [4]: 29)
Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah Saudara-saudara syaitan dan syaitan itu adalah sangat ingkar kepada Tuhannya” (QS. Al Isra [17]: 27)
Di antara baiknya Islam seseorang adalah ia meninggalkan hal-hal yang tidak bermanfaat” (HR. Imam At Tirmidzi)
Barangsiapa yang memudharatkan (merusak) seorang muslim yang lain, maka Allah akan memudharatkannya, barang siapa yang menyulitkan orang lain maka Allah akan menyulitkan orang itu” (HR. Abu Daud dan At Tirmidzi)
"Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka ia telah menjadi bagian kaum itu” (HR. Abu Daud, Ahmad, dan Ibnu Hibban)

Dalil tentang menyontek
"Barang siapa yang memberi pertolongan dengan pertolongan yang baik, niscaya dia akan memperoleh bagian darinya, dan barang siapa yang memberi pertolongan dengan pertolongan yang buruk, maka dia akan memikul bagian darinya, ALLAH maha kuasa atas segala sesuatu" (QS. An-Nisa [4]: 85)

Biasakanlah berkata benar, karena benar itu menuntun kepada kebaikan dan kebaikan itu menuntun ke syurga. Hendaknya seseorang itu selalu berkata benar dan berusaha agar selalu tetap benar, sehingga dicatat di sisi ALLAH sebagai orang yang shiddiq (amat benar). Dan berhati-hatilah dari dusta, karena dusta akan menuntun kita berbuat curang, dan kecurangan itu menuntun ke neraka. Seseorang yang selalu berlaku curang akan dicatat di sisi ALLAH sebagai pendusta" (HR Bukhari Muslim)

"Dusta adalah dosa besar ketiga setelah kesyirikan dan durhaka kepada kedua orang tua" (HR. Bukhari dan Muslim)

Tidaklah masuk surga darah yang mengalir dan daging yang tumbuh dari sesuatu yang tidak halal“ (HR.Bukhari – Muslim)