Jumat, 15 Mei 2009

Ber-IQRA-lah


Bismillah...

Pertama dan terutama, mari kita panjatkan puji dan syukur ke khadirat ILLAHI Rabbi. Bahwasanya pada hari ini, napas kita, degup jantung kita dan detak nadi kita, serta iman dan islam kita, masih bersemayam rapi di dalam lemari jiwa fana ini. Sholawat serta salam, semoga tercurah tanpa henti, mengucur deras tanpa jeda, mengalir lancar tanpa rintang, bagi junjungan dunia dan akhirat, Nabi besar Muhammad SAW, keluarga, sahabat, serta pengikut setianya, termasuk kita di dalamnya. Amin...

Saudaraku...

Saya sadar, ilmu yang ada di benak saya, hapalan beberapa ayat Qur'an yang saya miliki, ingatan akan hadis-hadis Rasul yang ada di kepala kopong ini, tidaklah menjadikan pantas saya untuk bertausiyah. Namun, mudah-mudahan, ada setetes embun kebaikan, ada nada harmoni kebenaran serta tutur nasihat indah, yang bisa keluar dari guratan pena busuk ini, bagi perbaikan kehidupan saya khususnya, dan kita semua pada umumnya, menuju sebuah hidup dan berkehidupan yang lebih benar, lebih bermakna dan lebih berperadaban Islam yang hakiki.... Amin ya Robbal'alamin...


Sahabatku...

Ada sebuah pertanyaan kecil yang selalu menggelayut lengket di kepala ini, ada sebuah pertanyaan sederhana yang selalu menempel rekat di hati dan pikiran ini, sebuah pertanyaan yang kadang membuat saya berpikir keras untuk menjawabnya, sebuah pertanyaan yang sampai detik ini, saya belum pernah dapat dan mampu untuk menjawabnya. Pertanyaan itu adalah, 'apa yang telah saya berikan untuk Islam?'

Saya pernah berhasil menjawabnya di suatu waktu, saya kegirangan, bahwa saya pernah mendapatkan sebuah jawaban atas pertanyaan ini, namun... namun akal ini sendiri yang membantahnya, 'ah bukan... bukan itu jawabannya... itu hanyalah sebuah jawaban bodoh, jawaban yang tidak bermakna sedikit pun', pikir saya waktu itu. 'saya kan sering bershodaqoh', jawab saya suatu hari. 'saya kan selalu berzakat', jawab saya suatu saat. Bahkan saya pernah katakan, 'saya kan selalu shalat dengan khusyuk, sering mengaji, walaupun memang bacaan ngajiku jauh dari kesempurnaan, sering tersenyum, bukankah senyum itu pun sebuah ibadah, sering menasihati orang' dan masih banyak lagi jawaban yang pernah saya ucapkan untuk sebuah pertanyaan kecil namun bermakna filosofi nan dalam itu. Namun sesaat berikut pula, saya membantahnya sendiri. 'Loh bukankah itu semua untuk saya? Bukankah itu semua saya lakukan karena saya menginginkan sebuah imbalan dari ALLAH, termasuk merupakan sebuah imbalan keridhoanNYA'. 'Lalu, mana yang saya berikan untuk islam? mana itu...? mana...?'. Darahku mendidih, batinku terguncang keras, nadiku berdegup cepat tak terkendali. 'Lantas, apa yang telah saya berikan untuk Islam?... Jawaban atas pertanyaan itu, tetap tidak bisa saya temukan....'


Sobat...

Kurang lebih 16 abad yang lalu, seperti yang telah kita ketahui bersama, ada sebuah kejadian yang sangat luar biasa... sebuah kejadian agung. Sebuah kejadian hebat, dahsyat nan akbar. Sebuah kejadian yang telah membawa alam ini menjadi terang benderang. Sebuah kejadian yang menjadikan peradaban jahiliyah, berubah menjadi sebuah peradaban yang luhur, sebuah peradaban tanpa cela dan tanpa hina sedikit pun. Apa kejadian itu? Kejadian itu adalah turunnya sebuah 'kata' sebagai perintah luhur yang tidak dapat dicerna oleh seorang pilihan ALLAH. Sebuah 'kata perintah' yang mampu mengguncangkan hati jiwa luruh dari seorang khataman nabiyin. Sebuah 'kata perintah' yang membuat menggigil sekujur tubuh Nabi ummi, nabi pilihan Zat Yang Maha Teliti, Muhammad SAW. 'Kata perintah' itu, tidak lain dan tidak bukan adalah “IQRA”.

Di suatu malam mencekam. Di saat orang-orang di atas hamparan tanah terlelap tidur, "Iqra', bacalah"! Seorang Ummi itu pun kemudian menjawab: "saya tidak bisa membaca". Tubuh Rasul waktu itu bergetar, napas tersengau, denyut nadi berdetak kencang dan keringat mengalir deras membasahi sekujur tubuh sucinya. Malaikat Jibril pun memeluk Muhammad, dengan sangat kuat, sehingga sekujur tubuhnya menggigil ketakutan. Selanjutnya Jibril kembali mengajukan perintah “Iqra, bacalah...”, kemudian tetap Muhammad menjawabnya dengan jawaban yang sama, “Saya tidak bisa membaca”. Sehingga Jibril kembali memeluknya, dan ini berulang sampai ketiga kalinya. Setelah malaikat Jibril melepaskan pelukannya yang ketiga kalinya itu, kemudian Jibril melanjutkan ayat Allah QS. al-`Alaq: 1-5.

Jika dikaji lebih dalam, kira-kira apa yang harus dibaca oleh Rasulullah, ketika Jibril memerintahkan untuk membaca? Apakah Al-Qur'an? Bukankah ini merupakan ayat pertama dari Al-Qur'an? Atau mungkin malaikat Jibril membawa sesuatu yang memang harus dibaca oleh Rasulullah waktu itu, sehingga Jibril memerintahkan beliau untuk membacanya?

Lalu pertanyaan lain pun muncul. Sehebat itu kah guncangan yang terjadi pada diri rasulullah waktu itu? Sebegitu ketakutannya kah rasulullah waktu itu, sampai-sampai badannya menggigil dan gemetar sangat dahsyat? Ketakutan terhadap jibril kah? Bukankah malaikat Jibril selalu diilustrasikan menjelma menjadi seorang yang sangat tampan, dan jauh dari keangkeran? Ketakutan karena tidak dapat membacakah Rasul? Lantas, atas dasar apa rasulullah sangat ketakutan dan gemeteran seperti itu?


Temanku...

Ternyata IQRA, adalah sebuah perintah yang tidaklah hanya mengandung arti harfiah sempit semata. Perintah ALLAH melalui kata IQRA, tidaklah harus dimaknai letterleks saja, dengan makna bulat tanpa pelebaran arti sedikit pun. Kata IQRA yang menggelegar dan membahana tersebut, haruslah dimaknai luas, haruslah diartikan sebagai kata perintah yang tidak sempit. IQRA haruslah diartikan sebagai arti yang luas dan bermakna filosofis. IQRA dapat diartikan sebagai membaca, melihat, mengamati, menganalisis, mengkaji dan mencoba untuk memahami nilai-nilai kesempurnaan dalam penciptaan Alam Semesta, dalam penciptaan Insan, dalam pengaturan jagat raya ini. Dengan begitu, manusia akan mengenal dirinya. Dan siapa pun yang mengenal dirinya, maka, Insya ALLAH, dia akan mengenal ALLAH Azza wa Jalla.

Sangat wajar, jika memang Rasulullah waktu itu menggigil ketakutan. Berpeluh deras di mukanya. Karena, Rasulullah telah mampu membaca, telah mampu ber-IQRA, tentang dirinya, lingkungan sekitarnya, yang waktu itu memang telah hancur dan jauh dari nilai-nilai moralitas, dan mampu ber-IQRA akan segala ciptaan ALLAH di hamparan luas jagat raya ini.

Terlalu sempit waktu yang harus kita gunakan, jika memang semangat IQRA, ini yang kita kerjakan. Terlalu kecil dan kerdil diri ini untuk dibanggakan atau disombongkan, jika memang azas yang dipakai dalam mengarungi berkehidupan ini adalah azas IQRA. Bahkan jika mindset ini, pola pikir dan pola tindak tubuh fana ini adalah berbasiskan IQRA, seharusnya kita pun menggigil, bergetar jiwanya, melihat hidup dan berkehidupan yang kita lakukan, yang ada pada sekitar lingkungan kita, ternyata telah hancur atau bahkan jauh dari kesempurnaan. Jargon 'tidak ada manusia yang sempurna', adalah sebuah tatanan kata yang telah berhasil dihembuskan oleh mereka, para musuh islam, ke dalam dada dan semangat kaum muslim, agar passing grade setiap tindakan kita, batas minimum usaha kita atau standar cita dan harapan kita, adalah sesuatu yang tidak sempurna.

Sekali-kali TIDAK! Jargon 'tidak ada manusia yang sempurna', adalah jargon yang melemahkan semangat kita, yang melemahkan etos kerja, usaha, semangat juang serta wawasan kebangsaan kita. Raw model kesempurnaan untuk seorang manusia, ukuran kesempurnaan seorang hamba ALLAH, tidak lain dan tidak bukan adalah Rasulullah. Ternyata ada manusia yang sempurna itu. Ternyata ada contoh nyata dari manusia sempurna itu. Seorang manusia yang multi tallent. Seorang hamba ALLAH yang setiap gerak dan derap langkahnya adalah ibadah. Seorang manusia yang setiap tutur katanya adalah nasihat. Seorang manusia yang setiap tindak – tanduknya adalah Al-Qur'an. Seorang manusia yang setiap hela napasnya dzikir, setiap jengkal pijakannya adalah mushola dan setiap kerlingan matanya adalah syukur. Seorang manusia yang sekaligus adalah seorang pemimpin, seorang contoh teladan bagi mereka yang ingin menjadi guru dan dosen teladan, seorang yang dapat dijadikan panutan bagi siapa saja yang ingin menjadi Bapak dan Kepala keluarga yang baik dan benar, seorang manusia yang dapat dijadikan contoh indah bagi mereka sebagai seorang pegawai beretos kerja tinggi, sebagai seorang karyawan yang bersemangat jihad Lillahita'ala, sebagai seorang teman, sahabat, pemimpin, murid sekaligus guru, anak, remaja, siapa pun itu. Seseorang yang sangat paripurna kesempurnaannya. Sekali lagi... ternyata ada manusia yang sempurna itu.

Sebuah kesalahan besar, bahwa kita mulai mencari-cari idola baru di dalam hidup dan berkehidupan kita. Jadikanlah beliau, Rasulullah SAW, sebagai idola di dalam bukan cuma hidup kita, namun berkehidupan kita di dunia ini..

Kawan...

Mari jadikan semangat IQRA adalah sebuah semangat teguh kita, semangat sejati kita, dalam mengarungi hidup dan berkehidupan di dunia fana ini, sehingga menggigilah, bergetarlah, raga dan jiwa ini, karena pemahaman hakiki dan benar akan berkehidupan ini, karena pemahaman bahwa kita tidak harus menjadi orang yang egois untuk ingin dan masuk surga sendiri, sebuah pemahaman bahwa menyontek adalah sebuah keniscayaan dan keboborokan mental para penuntut ilmu, sebuah pemahaman bahwa iklas dalam beramal merupakan sebuah selogan indah bermakna luas, sebuah pemahaman bahwa rokok adalah sebuah multi level kedzaliman, baik bagi diri sendiri, bagi lingkungan, saudara dan teman sekitar, sebuah pemahaman bahwa kita harus barmanfaat sebanyak-banyaknya bagi lingkungan sekitar, bukan malah merusak dan menghembuskan asap racun penghancur generasi, sebuah pemahaman bahwa dalam menjalani keseharian, mengarungi lautan kehirukpikukan kehidupan keras dunia, bolehlah kita merendahkan hati kita, serendah mungkin, sampai berada di dasar lautan terdalam, namun jangan menjadikan kita rendah diri dan lupa bahwa kita adalah sebuah bangsa yang besar dan berderajat tinggi.

Sahabat...

Demikianlah tausiyah tanpa nilai ini. Hanya itulah yang bisa saya sampaikan dari kefakiran ilmu yang dimiliki. Dan hanya itulah yang mampu saya curahkan di pagi hari ini. Semoga etos kerja kita, semangat menuntut ilmu kita, semangat berjihad kita selalu berlandaskan semangat Iqra. Semoga itu semua adalah jawaban atas pertanyaan 'apa yang telah saya berikan untuk islam?'. Terima kasih atas perhatian, mohon maaf atas segala kekurangan. Alhamdulillah...

Wassalam

Sabtu, 14 Maret 2009

Renunganku.... Tentang Rasulullah


Bissmillah...
Lebih sudah empat belas abad yang lalu, seorang yang sangat luar biasa hebat, orang yang sangat sempurna, baik di mata ALLAH, malaikat maupun manusia lainnya, telah hadir dan terlahirkan dengan sempurna. Beliau adalah Rasulullah SAW... Cahaya di atas cahaya... Manusia yang teramat agung, luhur dan indah... Manusia yang selalu aku rindu untuk berjumpa... Manusia yang selalu aku sanjung di setiap kesempatanku... Manusia yang selalu aku sebut namannya...

Ritualitas ibadahnya tidak bisa dibandingkan... Tingkat spiritualnya pun tidak bisa disejajarkan dengan sesudahnya.... sangat luar biasa... Dia adalah seorang pemimpin sekaligus sebagai imam, dia seorang saudara sekaligus sahabat, dia seorang bapak sekaligus pelindung keluarganya, dia seorang manusia yang sekaligus Rasul ALLAH, yang selalu dicintai ALLAH, tentulah wajar jika dia dicintai umatnya...

Ada karakter hebat yang melekat pada dirinya, menempel pada relung hatinya, menyergap di setiap langkah dan ucapannya, yang tentunya harus diikuti oleh semua umatnya, apalagi diikuti oleh para orang yang mengaku pemimpin, baik pemimpin daerah, pusat, instansi bahkan negara, yaitu 4 sifat wajib Rasul; Shidiq, amanah, tabligh, dan fatonah.

Umat, yang mengaku umat Rasulullah, seharusnya bersifat sidiq atau jujur. Jujur dalam bertutur, jujur di dalam bekerja, jujur pula di dalam berstatement dan bertindak. Jujur pada diri sendiri, pun jujur pada orang lain. Jangan membohongi hati nurani yang putih, yang setiap insan pasti memilikinya.

Umat pun harus amanah, atau istilah kerennya adalah profesional. Mau dan mampu (ingat bukan hanya mau, tetapi mampu) mengerjakan dengan karena ALLAH semua pekerjaan yang dibebankan kepada dia. Bertanggung jawab secara ikhlas, bukan karena ingin dipandang atau dipuji orang. Maksimal dalam etos kerja, bukan karena takut ditegur atasan, atau ABS – Asal Bapak Senang. Semangat dalam bertindak, bukan karena takut kehilangan jabatan. Berkeras hati untuk menegakkan kebaikan, bukan lantas terpuruk karena ada tekanan sebuah pihak, yang sangat kecil di mata ALLAH.

Tabligh, adalah sifat berikutnya, yang Rasulullah contohkan untuk kita, umat yang beliau cintai dan sayangi. Tabligh berarti berani untuk menyampaikan sesuatu, walaupun itu pahit, karena kejujuran adalah segalanya. Katakan salah, jika memang itu salah. Katakan benar, jika memang itu benar. Jangan jaga dirimu sendiri saja untuk tidak masuk api neraka, namun juga ajak, selamatkan dan tarik orang lain, saudara-saudara kita dan seluruh keluarga kita untuk pun tidak terjerumus ke dalam lubang kenistaan, ke luar dari lubang kehancuran. Jangan menjadi orang yang egois, yang membiarkan kerusakan, kebohongan, kehancuran, desintegrasi moral terjadi di depan pelupuk matanya, lalu dia hanya bicara “yang penting gue enggak”, lalu tersenyum simpul karena melihat orang lain mengerjakan sebuah kesalahan yang itu-itu juga. Tegur dia, ingatkan mereka, bawa mereka ke alam yang bening dan cahaya indah milik ILLAHI RABBI. Kadang keimanan level kedua ini sangat luar biasa berat dan terkadang melelahkan. Kadang orang lain menganggap bahwa kita bertentangan dengan mereka, melecehkan atau berkonfrontasi dengan mereka, karena ada sebuah kesalahan yang memang harus diluruskan, padahal itu semua dalam rangka mengajak dan mengingatkan kepada kebenaran.

Fatonah, pun adalah sifat wajib bagi Rasulullah. Seharusnya wajib pula bagi kita umatnya. Umat islam harus cerdas dan pintar. Kejujuran dan kepintaran harus berjalan seiring dan beriringan. Sehingga, Islam akan menjadi besar di diri kita, negara ini dan bumi ALLAH, Tuhan semesta alam. Islam akan kembali berperadaban.

Inikah semua yang aku miliki? Aku pikir tidak... Aku rindukanmu ya Rasul, aku merindukanmu hadir di sisi ini...

Alhamdulillah...

Rabu, 28 Januari 2009

Aku Sangat Peduli Masalah ini, ROKOK HARAM!


Bissmillah...
Sesungguhnya ALLAH tidaklah mencabut ilmu begitu saja dari diri para ulama, akan tetapi ALLAH mencabut ilmu dengan matinya para ulama, sehingga jika tidak tersisa seorang ulama-pun, maka masyarakat akan mengambil orang-orang bodoh sebagai pemimpin, jika mereka ditanya mereka menjawab tanpa ilmu, sehingga mereka sesat dan menyesatkan” (HR Bukhari)

Sepulang dari Jogja, aku rebahan, ku klik remote control tv-ku, kubuka channel tv favoritku, yang biasa menyiarkan beberapa berita yang kadang sesuai dengan mind set dan ranah perjuanganku, tentunya untuk update pengetahuanku, dan tentunya pula untuk tetap menggelorakan semangat berjuangku. Kubaca running text pada layar kaca tvku itu, dan... ALLAHUAKBAR 3X, tanpa kuperintahkan mulut ini bertakbir, memuja keagungan ALLAH Azza wa jalla, karena di dalam running text tersebut tertulis, bahwa MUI telah memfatwakan haram rokok (walau pun terbatas, hanya untuk anak, ibu hamil, anggota MUI dan merokok di depan umum). Aku tersenyum, lelahku karena selesai dari sebuah perjalanan panjang sirna sudah. ALLAHUAKBAR...

Besoknya, aku memulai kembali aktivitas kerjaku. Aku kunjungi kampus yang telah menjadi tempat mangkalku setahun ini. Kampus tempat mengimplementasikan nilai-nilai perjuanganku atas sebuah keyakinan beberapa bulan ke belakang ini. Tempat dimana aku harus mendobrak tirani dan legitimasi yang kadang salah kaprah. Di gerbang kampus, seperti biasa, banyak para mahasiswa yang merokok (mungkin karena dosennya pun merokok juga ya... guru kencing berdiri, murid kencing berlari...) Kutegur mereka. Sebuah teguran bukan karena aku benci mereka, aku hanya benci barang yang satu itu, karena dapat menghancurkan generasi akan datang dari bangsa ini. Teguran yang sebetulnya imbas dari rasa sayangku kepada mereka, karena mereka pun saudaraku, seiman dan seakidah.... Namun apa jawaban mereka, “Lah... Pak itukan cuma fatwa... Tidak harus diikuti...”. Sebuah jawaban pinter, namun keblinger. Aku cuma tersenyum sambil berlalu aku bergumam, mungkin mereka pun mendengarnya, “kalau majelis ulama saja tidak kamu ikuti, lalu kamu akan mengikuti siapa?...”. Bukankah ulama adalah pewaris nabi?

MUI memang sebuah majelis independen, yang dapat memberikan fatwa kepada masyarakat atas sebuah kegalauan dan keresahan yang terjadi di masyarakat. Aku tidak mau memperdebatkan kredibilitas MUI, yang aku tahu, MUI adalah sebuah majelis yang terdiri dari orang-orang berilmu mumpuni dari berbagai bidang dengan basis pemikirannya adalah agama. Sebuah wadah yang sangat luar biasa, karena orang-orangnya merupakan orang luar biasa pula di bidang agama. Hanya saja, seharusnya, di negara ini, MUI adalah sebuah majelis formal yang diberikan mandat untuk memecahkan solusi bangsa, sebagai penasehat bangsa (seperti itu). Artinya, setiap tindakan bangsa, setiap peraturan yang dibuat oleh negara ini, haruslah merujuk pada fatwa yang dibuat oleh MUI.

Aku jadi sangat khawatir, sangat luar biasa khawatir, bahwa ada hadis yang berbunyi “Sesungguhnya ALLAH tidaklah mencabut ilmu begitu saja dari diri para ulama, akan tetapi ALLAH mencabut ilmu dengan matinya para ulama, sehingga jika tidak tersisa seorang ulama-pun, maka masyarakat akan mengambil orang-orang bodoh sebagai pemimpin, jika mereka ditanya mereka menjawab tanpa ilmu, sehingga mereka sesat dan menyesatkan ” ( HR Bukhari ). Matinya para ulama bisa saja diartikan secara ekplisit, bahwa mereka telah meninggal dunia, atau secara arti implisit, bahwa para ulama tersebut tidak lagi dihargai keberadaan dan fatwa-fatwanya. Lalu apa yang terjadi setelah itu, ya... Kita tanpa tahu menahu, tanpa ilmu pula, akan memilih pemimpin-pemimpin yang 'bodoh', yang setiap peraturan yang dibuatnya adalah peraturan yang sesat dan menyesatkan... Naudzubillah min dzalik...

Fatwa akan haram rokok ini, permasalahannya bukan pada “dukung mendukung”, banyak-banyakan basis masa. Setiap peraturan dan hukum pasti ada pro dan kontra, itu telah terjadi dari mulai Nabi Adam AS dulu. Yang ada seharusnya, bagaimana kita mensikapi, merubah prilaku, bergaya hidup baru, berpikir lebih maju, untuk mengimplementasikan hukum tersebut. Bukan menolaknya. Kalau dalam bahasa agama, seharusnya umat itu sami'na waatona (kami dengar dan kami turuti). Hukum bukan berdasarkan hak azasi. Hukum bukan ditentukan oleh keputusan suara terbanyak. Hukum adalah hak mutlak ALLAH, kita sebagai manusia adalah hanya berkewajiban untuk melaksanakannya.

Sudah terlalu banyak fakta bahwa rokok itu mudharat. Semua negara, yang mayoritas penduduknya muslim, sudah puluhan tahun lalu majelis ulamanya memfatwakan haram untuk rokok, hanya indonesia satu-satunya negara umat islam terbanyak, yang Majelis Ulamanya belum (sampai keputusan fatwa dibuat) mengharamkan rokok. Lebih dari 70 juta penduduk Indonesia adalah perokok. Ada lebih Rp. 182 Trilyun per tahun yang dibakar atau Rp. 500 Milyar per hari dibakar dan Rp 50 Milyar per hari disumbang oleh penduduk miskin. 100% orang pecandu narkoba adalah perokok. Rokok mengandung 4000 zat kimia yang akan menghancurkan kesehatan generasi bangsa ini. Rokok lebih memiliki efek candu dari pada narkotika. Iklan rokok di televisi, hanya ada di Indonesia dan Nigeria. Kerugian negara untuk menanggulangi penyakit akibat rokok, telah merogoh kocek negara sampai dengan 3X lebih besar daripada penerimaan pajak cukainya. Butuh fakta apa lagi??? Subhanallah...

Setelah itu, yang ada hanyalah penolakkan. Aku berpikir, kadang kita menolak sesuatu, karena memang secara individu atau kelompok kita merasa dirugikan atau terpikirkan akan rugi. Misal, seorang mahasiswa menolak fatwa haram rokok MUI, karena mungkin hobi dia merokok, karena ada sebagian hak dia (apakah ini yang disebut hak??) yang terambil. Bagi aku, kita tidak memiliki harapan besar terhadap orang-orang yang memiliki karakter kerdil seperti itu, jangankan menuntut pengorbanan yang lebih besar untuk Islam dan perjuangan, pengorbanan akan sebuah hobi untuk, sebenarnya, kesehatan dan kehidupan yang lebih baik bagi dirinya pun dia tidak mau.

Atas nama petani tembakau? Masih akan ada sejuta jalan untuk men-solve permasalahan ini yang akan ALLAH tunjukkan, jika memang kita bartaqwa dan berniat karenaNYA. Kita bisa membuat gerakan “Meminum susu” misalnya, sebagai pengganti budaya laknat “merokok”. Setiap petani tembakau, diberikan jatah satu atau dua ekor kambing atau sapi, yang dapat mereka kelola, untuk membudidayakan dan memproduksi susu. Aku yakin, sepuluh atau dua puluh tahun lagi, bangsa ini akan menjadi bangsa yang bermartabat. Memang, gerakan ini haruslan inisiatif bangsa dan negara, bukan kelompok atau individu. Jika ini berkendala, masih ada jutaan jalan yang lain, yang pasti akan diberikan oleh ALLAH...

Akhirnya, aku hanya bisa menghela napas, mengurut dada, namun tetap harus menghancurkan kemungkaran di bumi pertiwi ini. Ya ALLAH, jangan berikan kami pemimpin yang bodoh dan menyesatkan, dimana pun kami tinggal, dimana pun kami berada, dimana pun kami berjuang. Ya ALLAH, kuatkanlah iman, taqwa dan semangat ini, untuk tetap berada di dalam perjuangan pada jalanMU ya Rabb... Ya ALLAH, kabulkanlah do'aku ini... Amin...

Alhamdulillah...

Minggu, 25 Januari 2009

Renunganku... Sebuah Perjuangan Tiada Berhenti

Bissmillah

Sebagai seorang manusia biasa, sering aku merasakan sesak berkepanjangan. Karena sebuah putusan yang sangat menyengat hati, mendidihkan air darah di tubuh ini, mengkeruhkan otak pada alam pikiranku. Ingin aku protes sejadi-jadinya. Namun, kepada siapa aku harus layangkan protes ini? Kepada siapa aku harus mengadukan hal ini?

Kadang aku merasakan kerja kerasku tak dihargai sepeser pun. Usaha dan jerih payahku, kadang hanya mendatangkan penolakkan, karena sebuah arogansi kepemimpinan semata. Aku memang bukan siapa-siapa, bahkan belum memberikan warna sedikit pun pada negeri, alam dan jagat raya ini. Yang aku miliki hanyalah sebuah pegangan dan keyakinan yang kuat terhadap ALLAH azza wa jalla.

Kuulangi untuk kedua dan ketiga kali. Imbas yang kuterima tidaklah jauh berbeda dengan yang sebelumnya. Sebuah penolakan, sebuah “tiada pengharggaan”. Sekali lagi aku hanya bisa menunduk, aku hanya bisa menahan sekuat tenaga air mata yang kadang sepertinya ingin mengalir deras ke luar dari kelopak mataku.

Menegakkan kebenaran, tidaklah semudah yang aku kira dan aku bayangkan. Menegakkan kebenaran, di dalam sebuah sistem yang “tidak benar”, terlihat seperti seorang bodoh tanpa otak, seperti seorang aneh tanpa akal, seperti seorang gila, yang kadang ditertawakan orang lain, dicemoohkan atau malah dijauhi dan dimusuhi. Bahkan ada sebagian orang yang berujar, untuk apa aku jauh-jauh berpikir, pikirkan saja diriku ini... Aku tidak menanggapinya. Aku hanya terdiam, karena dengan aku mendebatnya, debat kusir karena perbedaan visi, misi dan rujukkan, kadang akan terjadi. Dan itu terlalu banyak energi yang harus aku keluarkan.

Aku telah mencoba untuk menghalau semua jenis perasaan ini, namun sesering itulah aku menghalaunya, sesering itu pula perasaan itu muncul kembali di hati kecilku ini. Hanya orang-orang sevisi dan semisi yang selalu membangkitkanku. Hanya orang-orang yang satu barisan dan satu shaf lah yang selalu men-support perjuanganku dan bahkan menjagaku. Terima kasih ya ALLAH...

Aku kadang teringat, ketika Rasulullah dan para sahabatnya dicemoohkan, dilempari kotoran, diinjak-injak harga diri dan agamanya. Padahal kita tahu, bahwa itu semua adalah sebuah perjuangan atas kebenaran. Tapi pengetahuan kita akan kebenaran itu terjadi pada saat sekarang, bagaimana jika kita hidup di jaman Rasul. Jangan-jangan kita termasuk orang yang bersebrangan dengan beliau, yang memaki-maki beliau, yang melempari beliau, yang menghujat beliau, Naudzubillah min dzalik...

Aku yakin, bahwa perjuangan adalah pilihan. Menegakkan keadilan dan kebenaran sesuai degan hujjah yang murni adalah sebuah pilihan. Pilihan, apakah kita mau untuk dihujat. Pilihan, apakah kita mau dan tahan untuk ditinggalkan. Pilihan, apakah kita kuat untuk dikucilkan di lingkungan kita. Sebuah pilihan yang sulit, karena iman dan ketakwaan terlalu bernilai untuk di bandingkan dengan apa pun. Pastilah pilihan ini adalah sesuatu yang sangat sulit.

Kutetapkan hatiku kembali. Kubakar semangatku kembali. Kukobarkan api perjuanganku kembali. Aku sangat tidak peduli, bahkan akan lebih sangat tidak peduli. Apakah kerjaku akan dihargai atau tidak, apakah perjuanganku akan dicaci maki atau tidak, bahkan aku sekarang sudah tidak ambil pusing, apakah aku dikucilkan dari sistem ini atau tidak. Yang aku lakukan adalah, karena ALLAH, untuk ALLAH dan demi ALLAH, aku akan tetap memperjuangkannya. Karena peradaban Islam harus berdiri tegak di muka bumi ini. Karena kebahagiaan yang ALLAH janjikan, tidaklah melulu merupakan kebahagiaan di akhirat, namun juga di dunia ini.

Ya ALLAH, bantulah aku menyeka air mataku ini. Bantulah aku membulatkan tekad, menguatkan perjuangan dan mentapkan visi dan misiku ini. Walau pun hanya ada satu orang yang berjuang di jalanMU ya ALLAH, aku yakin, bahwa itu adalah aku. Aku ikhlas ya ALLAH untuk tidak dihargai orang lain. Aku ikhlas ya Rabb untuk selalu ditolak karena sebuah itikad baikku dianggap menyimpang oleh orang lain. Bahkan aku Ikhlas karenaMU, karena hanya ridhoMU lah yang aku dambakan. Tetap curahkanlah kasih sayangMU padaku, tetap limpahkanlah rezeki untuk bekal perjuanganku, dan tetap liputilah aku dengan ilmu dan hikmahMU, agar aku tetap berpegang kepada tali kebenaranMU yang murni dan ENGKAU ridhoi. Amin...

Alhamdulillah

Senin, 05 Januari 2009

Cikal Bakal kebangkitan peradaban Islam kah?

Bissmillah…
"Sesungguhnya kamu dapati orang-orang yang paling keras permusuhannya terhadap orang-orang yang beriman ialah orang-orang Yahudi dan orang-orang musyrik ….” [Al-Ma’idah: 82]

Perasaanku mungkin sama denganmu, mungkin juga berbeda, haru biru tak menentu. Detak jangtung, dan dentuman nafasku, mungkin sama denganmu, mungkin juga berbeda, menggelegar, berguncang dan membahana. Ketika mendengar, melihat, membaca dan menyaksikan rentetan peluru, dentuman bom misil yang dilancarkan pesawat perang israel terhadap saudara-saudaraku di Palestina.

Semangat jihadku pun mengelora, memuncah keluar, ketika ratusan, ribuan, bahkan jutaan umat Islam seluruh dunia, tumpah ruah kejalanan. Berorasi, menghujat, bahkan dengan gagah berani membakar atribut-atribut israel. Membuktikan bahwa roh semangat keislaman itu masih ada. Roh kebersamaan dalam sebuah misi perjuangan tetap berkibar dan bergelora.

Belum lagi, semangat para pelaku kemanusiaan, ormas-ormas Islam, bersatu padu, berangkulan, berpegangan tangan, mengumpulkan satu dua rupiah, untuk bisa dikirim ke saudaraku yang membutuhkan dalam bentuk obat-obatan, vitamin, perlengkapan medis dan makanan, membuatku masih bisa menarik napas panjang, untuk mengumpulkannya di ruang dan rongga dada ini, dalam rangkan tetap menjaga semangat fisabilillahku.

Aku merenung, apakah ini semua yang dibutuhkan oleh umat Islam, saudara kita, di Palestina sana? Apakah ini pun yang dibutuhkan oleh Islam sebagai sebuah perjuangan untuk dijadikan cikal bakal, titik awal kebangkitan peradaban Islam? Apakah hanya ini pula yang aku bisa berikan kepada Islam, sebagai manifestasi implementasi rasa syukurku kepada ALLAH? Jangan-jangan bukan, bukan hanya itu.

Pikiranku tetap menerawang. Kondisi umat Islam sekarang telah terkotak-kotakan. Banyaknya partai, beragamnya jas yang dipakai, beranekanya topi dan emblem yang dikenakan, menyebabkan Islam benar-benar terkotak-kotakan. Jelas-jelas ALLAH telah menunjukkan kelompok mana yang benar-benar teroris, kita umat Islam tidak dapat berbuat banyak. Jelas-jelas kenyataan menunjukkan kelompok mana yang benar-benar sebagai penjahat perang, umat islam seluruh dunia tetap bergeming. Kemana aku? Kemana kita? Kemana umat Islam seluruhnya? (Sesungguhnya kamu dapati orang-orang yang paling keras permusuhannya terhadap orang-orang yang beriman ialah orang-orang Yahudi dan orang-orang musyrik ….” [Al-Ma’idah: 82]).

Saudaraku. Mungkin ini jalan yang ALLAH tunjukkan kepada kita, bahwa kita harus berbuat sesuatu untukNYA, untuk Islam. Betul… Betul sekali, bahwa Islam tidak akan pernah hilang dari muka bumi ini. Benar sekali, bahwa Islam akan tetap berdiri kokoh sampai akhir jaman. Namun tidak ada jaminan sedikit pun, bahwa Islam akan tetap ada di Palestina, tidak ada jaminan apa pun, bahwa Islam akan tetap berdiri tegak di bumi pertiwi ini, jangan-jangan… Naudzubillah Min Dzalik…

Saudaraku. Mungkin ini waktunya kita membuang atribut-atribut kepartaian kita. Mungkin sudah saatnya kita mencopot topi golongan kita, emblem favorit kita, menanggalkan jas berwarna kita, bahkan meninggalkan jauh-jauh ego dan arogansi kita, untuk kita juga, untuk Islam dan perjuangan ini. Mungkin ini saatnya kita untuk mulai meng-embargo, memboikot produk-produk mereka, yang berbau modern dan fast food tersebut, dengan cara kembali lagi mengkonsumsi produk lokal dan produksi anak bangsa kita sendiri. Semoga, ini menjadi awal dan cikal bakal kebangkitan Islam, kebangkitan sebuah peradaban yang ALLAH ridhoi. Amin… Alhamdulillah…

Kamis, 11 Desember 2008

Renunganku... Tentang Langkah Malam Hari

Bismillah...
"Demi matahari dan cahayanya di pagi hari. Dan bulan apabila mengiringinya. Dan siang apabila menampakkannya. Dan malam apabila menutupinya. Dan langit serta pembinaannya. Dan bumi serta penghamparannya. Dan jiwa serta penyempurnaannya (ciptaannya)" (Asy-Syams: 1-7).

Kutelusuri pinggir jalan raya kota ini, kota harapan nan penuh kenangan. Kujejaki tapak trotoar yang tertata tidak rapih, menunjukkan pemerintah daerah ini tidak peduli akan kerapihan kotanya. Kuhirup udara dini hari ini, dingin, basah, meraksuk sukma, menusuk tulang dan nadi. kupandangi 3 anak kecil berpadu padan dalam mimpinya, beralaskan koran robek, di atas dipan papan kayu bekas meja penjual nasi uduk, mencerminkan kegetiran hati, akan makna tanggung jawab yang hampir nol besar dari para pemimpin bangsa ini.

Kududuk di teras sebuah toko yang telah tutup, kupandangi jam tangan yang melingkar pada pergelangan tangan ini. Jarum jam menunjukkan pukul dua dini hari. Waktu dimana seharusnya badan lemah ini terbaring di atas tempat istirahat sebagai upaya mempersiapkan berkehidupan esok hari. Waktu dimana orang-orang negeri ini sedang terangan dibuai mimpi indah nan hijau. Kutengadahkan kepala, satu, dua, tiga bintang yang nampak. Langit malam terlihat hitam pekat, walaupun sinar bulan purnama membiaskan mendung awan hitam, yang menunjukkan tanggal 14 pertengahan bulan Djulhijah tahun ini, tidaklah bermakna akan kegelapan kota ini.

Perutku terasa perih, namun tidak seperih dan sepanjang yang dirasakan para janda tua yang tengah pulas tertidur pada gumpalan kain sarung robek tak bernada. Aku hanya bersyukur, ALLAH masih memberikan aku rasa, untuk merasakan penderitaan. Lapar yang kurasa bukanlah sesuatu yang bernilai. Ini hanyalah sebuah sanggahan akan kekuatan yang kadang teragungkan oleh diri tak sempurna ini.

Malam ini kepalaku penuh sesak. Pikiranku melayang tak karuan. Penat tak terperi. Kuberanjak dari dudukku. Kuayunkan lagi kaki ini, menelusuri trotoar jalan yang hampir sepi tak berpenghuni. Entah sampai kapan langkah ini akan terus menapaki, mungkin sampai kaki ini berhenti mengayunkan langkah tak pasti, karena ALLAH berkehendak...

Alhamdulillah...

Senin, 08 Desember 2008

Renunganku… Tentang Kurban

Bissmillah…
Barang siapa yang mempunyai kelapangan, namun tidak berkurban, maka janganlah sekali-kali mendekati tempat shalat kami” (HR. Ahmad dan Ibn Majah)

Ketika ALLAH memerintahkan Nabi Ibrahim untuk menyembelih putranya, Ismail, ada pergulatan bathin yang teramat dalam di sanubari seorang Ibrahim. Ada sebuah peperangan aras filosofi dan mind set yang terjadi di dalam otak beliau. Sebagai Nabi dan sekaligus orang biasa, beliau mengalami hal yang sangat luar biasa rumit, sangat luar biasa membuat otaknya berpikir keras. Otak kita tidak akan sanggup untuk mengukur makna logis dari perintah “Menyembelih putranya sendiri”. Otak kita tidak akan mungkin bisa sampai memikirkan makna eksplisit yang tersirat dari perintah “memotong leher anaknya sendiri”.

Aku pun lantas merenung. Bukan… Bukan merenungi “Bagaimana jika perintah itu terjadi padaku”, bukan… bukan itu. aku merenungi satu hal, jika saja keimanan Nabi Ibrahim pada waktu itu, tidak sampai kepada tingkat tertinggi, mungkin perintah Kurban tidak akan pernah sampai kepada kita.

Kurban merupakan level nilai keikhlasan kita terhadap ALLAH. Yang mana merupakan feed back positif terhadap nilai keikhlasan ALLAH terhadap kita. ALLAH ikhlas kita menjadi mahasiswa atau mahasiswi, ALLAH ikhlas menjadikan kita seorang pegawai professional, ALLAH ikhlas menjadikan kita seorang dosen, ALLAH ikhlas menjadikan kita sehat wal afiat, ALLAH ikhlas menjadikan kita seorang bapak atau ibu, untuk anak-anak mungil kita, ALLAH ikhlas memberikan kita Hape merek terbaru, mobil keluaran teranyar, motor tertrendi dan masih ada jutaan keikhlasan ALLAH yang lain yang telah kita rasakan untuk kita nikmati. Namun, ALLAH hanya menuntut sebuah keikhlasan kecil untuk kita dapat dan mau menyembelih hewan kurban yang secara nilai material tidak sebanding dengan harga sebuah Hape, Laptop atau bahkan makan sehari-hari kita. Ikhlaskanlah itu, sebagai bukti implementasi rasa syukur kita kepada ALLAH azza wa jalla. Jika persyaratan kurban, hanya berlaku bagi orang yang mampu (memiliki kelapangan), maka jika kita analisis sedikit, melihat fakta-fakta di atas, aku pikir, setiap kita (minimal yang membaca artikel ini) mampu untuk berkurban.

Kurban adalah merupakan usaha kita menyembelih sifat-sifat kebinatangan (hewaniah) yang ada pada diri kita. Lapar, haus, ketamakan, egoisme yang berlebihan, mau menang sendiri, rakus akan harta dan jabatan, sombong, angkuh, kikir, takabur, dan masih ada jutaan lagi sifat kebinatangan yang ada pada hati dan otak kita, bahkan telah tercermin pada implementasi kehidupan keseharian kita. ALLAHUAKBAR. Apakah nilai-nilai indah keikhlasan ALLAH kepada kita, harus dibalas dengan nilai-nilai buruk kebinatangan kita? Sembelihlah itu, hilangkan itu dari tubuh dan diri kita. Sembelihlah kebinatangan itu, sehingga kita akan menjadi orang yang ditulis oleh ALLAH sebagai orang yang bersyukur.

Kurban berarti pemerataan perekonomian rakyat. Ketika kurban, pemerataan perekonomian diharapkan akan terjadi. Ada trilyunan rupiah yang akan berputar di level perekonomian rakyat selama tiga hari yang dijadikan hari kurban. Para peternak, para intermediary (distributor dan marketingnya), pada retailer-nya, para pengelola hewan kurban, para penyembelih hewan kurban, parusahan pengalengan hewaan kurban, perusahaan penyamakan kulit, Jika saja pemerintah negara ini sedikit mau bijak dalam menggunakan moment hari kurban ini, harusnya mereka membiarkan perputaran ratusa trilyun pada 3 hari ini terjadi di level pasar tradisional dan para pelaku pasar tradisional, berikan sedikit intervensi pada perusahaan raksasa untuk tidak me-monopoli proses pasar yang terjadi sesaat. Insya ALLAH, efek 3 hari berkurban akan menjadi momen kebangkitan bangsa Indonesia.

Semoga, tiga hari ini bisa dijadikan olehku, anda, kita semua menjadi hari yang agung, sebagai bukti keikhlasan kita terhadap ALLAH, bukti penyembelihan sifat kehewanan dan kebinatangan serta sebagai bukti sokongan kita terhadap kebangkitan perekonomian rakyat yang islami dan jauh dari riba. Amin…

Alhamdulillah…